Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts

29 August 2009

DR. W.R. Supratman dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya


DR. W.R. Supratman dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

Sekilas tentang W.R. Supratman
Wage Rudolf Supratman (lahir di Jatinegara, Jakarta, 9 Maret 1903 – meninggal di Surabaya, Jawa Timur, 17 Agustus 1938 pada umur 35 tahun) adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia, "Indonesia Raya" dan pahlawan nasional Indonesia.
Hari kelahiran Soepratman, 9 Maret, oleh Megawati saat menjadi presiden RI, diresmikan sebagai Hari Musik Nasional. Namun tanggal kelahiran ini sebenarnya masih diperdebatkan, karena ada pendapat yang menyatakan Soepratman dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1903 di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pendapat ini – selain didukung keluarga Soepratman – dikuatkan keputusan Pengadilan Negeri Purworejo pada 29 Maret 2007.
Maka keluarga Wage Rudolf Soepratman meminta pemerintah dan semua pihak agar menggunakan tanggal 19 Maret 1903 sebagai hari lahir pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya" tersebut, dan bukannya 9 Maret seperti yang selama ini dipakai.

"Semua pihak seharusnya mengikuti ketetapan Pengadilan Negeri
Purworejo," kata peneliti dan pembuat film dokumenter "Saksi-Saksi Hidup Kelahiran Bayi Wage", Dwi Raharja di Jakarta, Sabtu.

Dalam putusannya pada 29 Maret 2007, PN Purworejo telah menetapkan bahwa Wage Rudolf Soepratman lahir pada Kamis Wage, 19 Maret 1903 di Dukuh Trembelang, Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Ketetapan PN Purworejo tersebut sekaligus membatalkan atau menganulir hari kelahiran WR Soepratman yang selama ini digunakan dan diperingati pada 9 Maret 1903.

Bahkan, Megawati Soekarnoputri saat menjabat sebagai Presiden telah menetapkan Hari Kelahiran WR Soepratman pada 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional.

"Diharapkan Hari Musik Nasional itu dapat segera disesuaikan dengan ketetapan PN Purworejo yang menyatakan bahwa WR Soepratman lahir pada 19 Maret 1903," kata Kak Har, panggilan akrab Dwi Raharja.

Kak Har mengimbau semua pihak seperti para guru, anggota Pramuka, dan para komponis dimana pun mereka berada agar memperingati hari lahir Pahlawan Nasional tersebut pada 19 Maret mendatang.

Demikian pula dengan catatan yang tertulis pada dinding informasi di Makam Pahlawan WR Soepratman di Surabaya, katanya, agar segera diperbaiki sehingga para peziarah tidak menjadi bingung, karena tulisan tanggal lahir sebelumnya salah.
"Saya berharap pada hari-hari selanjutnya, tidak ada lagi penulis sejarah WR Soepratman yang menuliskan tanggal lahir secara berlainan. Yang benar adalah 19 Maret 1903," kata Kak Har, yang dalam usia tuanya masih aktif dalam kegiatan Gerakan Pramuka.

Ia kemudian menambahkan, keterangan tentang tanggal lahir WR Soepratman itu sebenarnya telah terungkap dalam film dokumenter yang selesai dibuatnya pada Desember 1977 dan kini tersimpan di Museum Sumpah Pemuda, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Menurut Kak Har, selain bertemu sejumlah saksi hidup kelahiran bayi Wage Rudolf Soepratman pada 1977, dirinya juga telah bertemu sahabat Wage, Wijayadi, serta keponakan Willem Martinus Van Eldik bernama Hani.

Willem Martinus Van Eldik adalah seorang sersan instruktur KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) yang mengajarkan musik dan main biola kepada WR Soepratman. Bahkan kemudian biola tersebut dihadiahkan kepada WR Soepratman, sehingga dengan biola tersebut lahirlah lagu kebangsaan "Indonesia Raya".
Ayahnya bernama Senen, sersan di Batalyon VIII. Saudara Soepratman berjumlah enam, laki satu, lainnya perempuan. Salah satunya bernama Roekijem. Pada tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem ke Makassar. Di sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.

Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun, kemudian melanjutkannya ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazah Klein Ambtenaar.

Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Makassar, ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.

Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang ke Makassar lagi. Roekijem sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik.

W.R. Soepratman tidak beristri serta tidak pernah mengangkat anak.
Kisah W.R. Supratman dalam menciptakan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Sewaktu tinggal di Makassar, Soepratman memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu. Ketika tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul. Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan.

Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya.

Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kodisi dan situasi pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.

Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan.

Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM jalan Embong Malang - Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok-Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Lagu Indonesia Raya (diciptakan tahun 1924, pada waktu ia berusia 21 tahun) pertama kali dimainkan pada Kongres Pemuda (Sumpah Pemuda) tanggal 28 Oktober 1928. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, lagu yang dikarang oleh Wage Rudolf Soepratman ini dijadikan lagu kebangsaan.

Sejarah

Ketika mempublikasikan Indonesia Raya tahun 1928, Wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan "lagu kebangsaan" di bawah judul Indonesia Raya. Teks lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali oleh suratkabar Sin Po.

Setelah dikumandangkan tahun 1928 dihadapan para peserta Kongres Pemuda II dengan biola, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya.

Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka ikuti lagu itu dengan mengucapkan "Mulia, Mulia!", bukan "Merdeka, Merdeka!" pada refrein. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan.

Selanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu Kebangsaan perlambang persatuan bangsa.


Namun pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial dan pada kompas tahun 1990-an, Remy Sylado, seorang budayawan dan seniman senior Indonesia mengatakan bahwa lagu Indonesia Raya merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda. Kaye A. Solapung, seorang pengamat musik, menanggap tulisan Remy dalam Kompas tanggal 22 Desember 1991. Ia mengatakan bahwa Remy hanya sekadar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa dalam literatur musik, ada lagu Lekka Lekka Pinda Pinda di Belanda, begitu pula Boola-Boola di Amerika Serikat. Solapung kemudian membedah lagu-lagu itu. Menurutnya, lagu Boola-boola dan Lekka Lekka tidak sama persis dengan Indonesia Raya, dengan hanya delapan ketuk yang sama. Begitu juga dengan penggunaan Chord yang jelas berbeda. Sehingga, ia menyimpulkan bahwa Indonesia Raya tidak menjiplak.

Deskripsi Lagu

Bentuk Pantun: Proposta (tanya) dan Riposta (jawab)

Pada tahun 1924, WR Supratman telah menerapkan syair dan lagu Indonesia Raya dalam Gaya Pantun Proposta dan Riposta. Apa itu Proposta (tanya) dan Riposta (jawab)?
Proposta dan Riposta dalam teori musik adalah sebuah ungkapan seperti pantun yang saling berpasangan. Artinya, sebuah Proposta (tanya) akan disambut dengan Riposta (jawab), dalam segi melodi maupun syair
Proposta: Indonesia Tanah Airku (seolah-olah menyatakan)
Riposta: Tanah Tumpah Darahku (seolah-olah menjawab)
Proposta: Di sanalah aku berdiri (seolah-olah menyatakan)'
Riposta: Jadi pandu ibuku (seolah-olah menjawab).
Contoh lain adalah lagu Maju Tak Gentar ciptaan C. Simanjuntak:
Proposta: Maju tak gentar (seolah-olah menyatakan)
Riposta: Membela yang benar (seolah-olah menjawab)
Proposta: Maju tak gentar (seolah-olah menyatakan)
Riposta: Hak kita diserang (seolah-olah menjawab)
Contoh lain adalah Lagu Anak Kambing Saya (NN):
Proposta: Mana di mana anak kambing saya (seolah-oleh menyatakan)
Riposta: Anak kambing Tuan ada di kampung saya (seolah-olah menjawab)
Proposta: Mana di mana anak kambing saya (seolah-olah menyatakan)
Riposta: Anak kambing Tuan ada di Kampung Baru (seolah-olah menjawab)

Bentuk Soneta

Dari susunan liriknya, merupakan soneta atau sajak 14 baris yang terdiri dari satu oktaf (atau dua kuatren) dan satu sekstet. Penggunaan bentuk ini dilihat sebagai "mendahului zaman" (avant garde), meskipun soneta sendiri sudah populer di Eropa semenjak era Renaisans. Rupanya penggunaan soneta tersebut mengilhami karena lima tahun setelah dia dikumandangkan, para seniman Angkatan Pujangga Baru mulai banyak menggunakan soneta sebagai bentuk ekspresi puitis.

Lirik Indonesia Raya merupakan seloka atau pantun berangkai, menyerupai cara empu Walmiki ketika menulis epik Ramayana. Dengan kekuatan liriknya itulah Indonesia Raya segera menjadi seloka sakti pemersatu bangsa, dan dengan semakin dilarang oleh Belanda, semakin kuatlah ia menjadi penyemangat dan perekat bangsa Indonesia.

Cornel Simanjuntak dalam majalah Arena telah menulis bahwa ada tekanan kata dan tekanan musik yang bertentangan dalam kata berseru dalam kalimat Marilah kita berseru. Seharusnya kata ini diucapkan berseru (tekanan pada suku ru). Tetapi karena tekanan melodinya, kata itu terpaksa dinyanyikan berseru (tekanan pada se). Selain itu, rentang nada pada Indonesia Raya secara umum terlalu besar untuk lagu yang ditujukan bagi banyak orang. Dibandingkan dengan lagu-lagu kebangsaan lain yang umumnya berdurasi setengah menit bahkan ada yang hanya 19 detik, Indonesia Raya memang jauh lebih panjang.

Naskah pada Penerbitan Mingguan Sin Po (1928)

Lagu Indonesia Raya diciptakan oleh WR Supratman di Bandung pada tahun 1924 (pada usia 21 tahun), dikumandangkan pertama kali di muka umum pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta (pada usia 25 tahun), dan disebarluaskan oleh koran Sin Po pada edisi bulan Nopember 1928. Naskah tersebut ditulis oleh WR Supratman dengan Tangga Nada C (natural) dan dengan catatan Djangan Terlaloe Tjepat, sedangkan pada sumber lain telah ditulis oleh WR Supratman pada Tangga Nada G (sesuai kemampuan umum orang menyanyi pada rentang a - e) dan dengan irama Marcia, Jos Cleber (1950) menuliskan dengan irama Maestoso con bravura (kecepatan metronome 104).

Aransemen Simphony oleh Jos Cleber (1950)

Secara musikal, lagu ini telah dimuliakan — justru — oleh orang Belanda (atau Belgia) bernama Jos Cleber (pada waktu itu ia berusia 34 tahun) yang tutup usia tahun 1999 pada usia 83 tahun. Setelah menerima permintaan Kepala Studio RRI Jakarta Jusuf Ronodipuro pada tahun 1950, Jos Cleber pun menyusun aransemen baru, yang penyempurnaannya ia lakukan setelah juga menerima masukan dari Presiden Soekarno.

Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan yang agung, namun gagah berani (maestoso con bravura). Aransemen Jos Cleber sangat sempurna sekali sesuai dengan lagu kebangsaan, di mana permainan biola bersama trompet pada awal lagu (Verse A) merupakan suara yang gagah berani, kemudian di tengah lagu (Verse B) diperdengarkan gesekan biola yang lembut, dan akhirnya pada Refrain (Verse C) terdapat suara biola dan trompet dengan latar belakang suara kontrapun dari Corno yang merdu dan indah sekali bersama seluruh orkestra (tutti) dengan pukulan timpani dan gemercing cymbal, bersama-sama (tutti) yang megah dan agung sebagai lagu kebangsaan yang sangat dihormati dan dimuliakan sekali oleh seluruh Bangsa Indonesia.


Rekamanan Asli 1950 di Jakarta dan Rekam Ulang 1997 di Australia

Rekaman asli dari Jos Cleber tahun 1950 dari Orkes Cosmopolitan Jakarta, telah dimainkan dan direkam kembali secara digital di Australia tahun 1997 berdasarkan partitur Jos Cleber yang tersimpan di RRI Jakarta oleh Victoria Philharmonic pimpinan Adie MS.

Peraturan Tentang Lagu Kebangsaan

Lagu kebangsaan Indonesia Raya dan penggunaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1958.
Ternyata, lirik-lirik lagu Indonesia Raya tersebut telah menimbulkan berbagai pendapat dan juga masalah.
Seharusnya Lagu Kebangsaan itu harus dimasukkan dalam UUD RI Tahun 1945, agar Lagu Kebangsaan Indonesia Raya memiliki dasar yang sangat kuat, sejajar dengan Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Artinya UUD RI Tahun 1945 perlu diamandemen kembali.
Lirik Lagu Kebangsaan Indonesia Raya (yang kita pakai sekarang)
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Di sanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku.
Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan tanah airku,
Marilah kita berseru,
Indonesia bersatu.
Hiduplah tanahku,
Hiduplah neg'riku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya,
Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya.
Refrain :
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Tanahku, neg'riku yang kucinta!
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raya.

Lirik Asli 1928, Edjaan Baru 1958, dan Ejaan Disempurnakan 1972



A. Original lyrics (1928)

INDONESIA RAJA
I
Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Disanalah akoe berdiri,
Mendjaga Pandoe Iboekoe.
Indonesia kebangsaankoe,
Kebangsaan tanah airkoe,
Marilah kita berseroe:
"Indonesia Bersatoe".
Hidoeplah tanahkoe,
Hidoeplah neg'rikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rajatnja,
Bangoenlah badannja,
Oentoek Indonesia Raja.
II
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep,
Oentoek s'lama-lamanja.
Indonesia, tanah poesaka,
Poesaka kita semoIndonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Disanalah akoe berdiri,
Mendjaga Pandoe Iboekoe.
Indonesia kebangsaankoe,
Kebangsaan tanah airkoe,
Marilah kita berseroe:
"Indonesia Bersatoe".
Hidoeplah tanahkoe,
Hidoeplah neg'rikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rajatnja,
Bangoenlah badannja,
Oentoek Indonesia Raja.
II
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep,
Oentoek s'lama-lamanja.
Indonesia, tanah poesaka,
Poesaka kiteanja,
Marilah kita berseroe:
"Indonesia Bersatoe".
Soeboerlah tanahnja,
Soeboerlah djiwanja,
Bangsanja, rajatnja, semoea,
Sedarlah hatinja,
Sedarlah boedinja,
Oentoek Indonesia Raja.
III
Indonesia, tanah jang soetji,
Bagi kita disini,
Disanalah kita berdiri,
Mendjaga Iboe sedjati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah jang terkoetjintai,
Marilah kita berdjandji:
"Indonesia Bersatoe"
S'lamatlah rajatnja,
S'lamatlah poet'ranja,
Poelaoenja, laoetnja, semoea,
Madjoelah neg'rinja,
Madjoelah Pandoenja,
Oentoek Indonesia Raja.
Refrain
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
Tanahkoe, neg'rikoe jang koetjinta.
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
Hidoeplah Indonesia Raja.

B. Official lyrics (1958)

INDONESIA RAJA
I
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Disanalah aku berdiri,
Djadi pandu ibuku.
Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan tanah airku,
Marilah kita berseru,
Indonesia bersatu.
Hiduplah tanahku,
Hiduplah neg'riku,
Bangsaku, Rajatku, sem'wanja,
Bangunlah djiwanja,
Bangunlah badannja,
Untuk Indonesia Raja.
II
Indonesia, tanah jang mulia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah aku berdiri,
Untuk s'lama-lamanja.
Indonesia, tanah pusaka,
P'saka kita semuanja,
Marilah kita mendoa,
Indonesia bahagia.
Suburlah tanahnja,
Suburlah djiwanja,
Bangsanja, Rajatnja, sem'wanja,
Sadarlah hatinja,
Sadarlah budinja,
Untuk Indonesia Raja.
III
Indonesia, tanah jang sutji,
Tanah kita jang sakti,
Disanalah aku berdiri,
Ndjaga ibu sejati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah jang aku sajangi,
Marilah kita berdjandji,
Indonesia abadi.
S'lamatlah rakjatnja,
S'lamatlah putranja,
Pulaunja, lautnja, sem'wanja,
Madjulah Neg'rinja,
Madjulah pandunja,
Untuk Indonesia Raja.
Refrain
Indonesia Raja,
Merdeka, merdeka,
Tanahku, neg'riku jang kutjinta!
Indonesia Raja,
Merdeka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raja.

C. Modern lyrics

INDONESIA RAYA
I
Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku,
Di sanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku.
Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan tanah airku,
Marilah kita berseru,
Indonesia bersatu.
Hiduplah tanahku,
Hiduplah neg'riku,
Bangsaku, Rakyatku, semuanya,
Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya,
Untuk Indonesia Raya.
II
Indonesia, tanah yang mulia,
Tanah kita yang kaya,
Di sanalah aku berdiri,
Untuk s'lama-lamanya.
Indonesia, tanah pusaka,
P'saka kita semuanya,
Marilah kita mendoa,
Indonesia bahagia.
Suburlah tanahnya,
Suburlah jiwanya,
Bangsanya, Rakyatnya, semuanya,
Sadarlah hatinya,
Sadarlah budinya,
Untuk Indonesia Raya.
III
Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri,
N'jaga ibu sejati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah yang aku sayangi,
Marilah kita berjanji,
Indonesia abadi.
S'lamatlah rakyatnya,
S'lamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,
Majulah Neg'rinya,
Majulah pandunya,
Untuk Indonesia Raya.
Refrain
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Tanahku, neg'riku yang kucinta!
Indonesia Raya,
Merdeka, merdeka,
Hiduplah Indonesia Raya.

Kiranya Pemerintah Memperhatikan hal ini, Hidup Indonesia....!!!!

Mohon maaf, saya sebagai blogger sengaja mempublikasikan lagu ini agar diketahui oleh semua pihak dan untuk ditindaklanjuti. Tidak ada unsur politik atau kepentingan pribadi, melainkan untuk menjaga keutuhan Kesatuan Negara Republik Indonesia, sekaligus menghargai lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Khusus untuk Musiknya dapat diunduh di sini, klik: Indonesiaraya.ogg

(Teks format jpg dan Musiknya dalam bentuk format Ogg dapat disebarluaskan, namun tidak diperjual-belikan karena hak cipta dilindungi undang-undang).

Sumber-sumber :

Dirangkum dan ditulis ulang oleh :
B. Marada Hutagalung

28 August 2009

Sadis Benar Engkau Malaysia..!!!

Republik Indonesia

Hatiku benar-benar panas setelah mendengar dan melihatnya di berbagai media informasi (baru-baru ini), bangsa Malaysia telah melecehkan martabat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari dulu memang bangsa Malaysia telah membuat masalah kepada bangsa kita yaitu Indonesia tercinta.

Memang rakyat Malaysia yang bertindak, namun bangsa Malaysia dapat juga disalahkan secara langsung karena telah membiarkan rakyatnya mengganggu hidup bangsa Indonesia. Pasti ada sesuatu hal sehingga negara tersebut membiarkan rakyatnya semena-mena terhadap warga, wilayah, hasil, budaya dari bangsa Indonesia, bahkan pelecehan lagu kebangsaan Indonesia – Indonesia Raya.

Coba bayangkan saja, perbuatan kotor itu sebenarnya sudah mencoret negara Malaysia sendiri. Kenapa? Karena negara Malaysia juga negara Hukum, tahu mana yang salah dan mana yang benar. Tapi mereka sendiri tidak mentaati hukum tersebut.

Saya sangat sedih melihat pemerintah RI yang kurang bertindak terhadap perbuatan tersebut. Padahal dari dulu rakyat Indonesia tidak pernah menjelek-jelekkan atau memburuk-burukkan bangsa Malaysia tetapi Malaysia sendirilah yang melecehkan dan mengganggu negara Indonesia.

Mereka tidak sadar, bahwa pada dulunya bangsa Malaysia tidak akan bisa maju tanpa bantuan Indonesia, yakni Indonesia mengirim guru-guru ke negeri jiran tersebut. Mereka diajar, dididik, dibimbing layaknya di Indonesia tanpa melihat latar belakang kenegaraan, tanpa mengubah jiwa kebangsaan mereka. Mereka juga tidak sadar bahwa mereka pernah memakai bahasa Indonesia karena masih satu rumpun, yakni rumpun melayu.

Coba kita analisa kembali, apakah budaya suku Malaysia? Tentu hanya Melayu bukan? Perhatikan saja nama negaranya berasal dari kata Malay = Melayu, jadi Malaysia (Malayunesia) adalah bangsa Melayu, budaya lain hanya sebagian kecil saja. Bandingkan dengan nama Indonesia yakni negara yang menghubungkan pulau yang satu ke pulau yang lain (Sabang – Mearuke), dan dari situ dapat diartikan bahwa Indonesia adalah merupakan negara maritim atau negara kepulauan, dan tentu di antara pulau-pulau tersebut sudah tentu pasti memiliki budaya-budaya masing dan berbeda dengan yang lain. Kesimpulannya Indonesia adalah negara yang beragam wilayah, suku, budaya, ras, dan agama. Akan tetapi mereka telah mengklaim beberapa budaya Indonesia padahal bila disesuaikan dengan budaya mereka sama sekali tidak cocok dengan budaya yang ada di daerah-daerah Malaysia.

Perhatikan saja, Noordin M. Top, adalah merupakan warga negara Malaysia. Yang jadi pertanyaan kenapa Noordin M. Top tidak melakukan teror tanah airnya sendiri, tapi malah di tanah air Indonesia? Kenapa tidak ada kecaman dari pihak Pemerintah dan Kesultanan Malaysia terhadap Penjahat nomor satu tersebut? Di Indonesia gereja-gereja, atau tempat-tempat yang dikunjungi atau dihuni oleh orang-orang yang beragama Nasrani telah dibom olehnya. Padahal di Malaysia sendiri banyak gereja, juga tempat-tempat yang dikunjungi atau dihuni oleh orang-orang yang beragama Nasrani tidak dibom olehya. Apa bedanya Indonesia dengan Malaysia? Kemungkinan ada sesuatu hal yang diinginkan bangsa tersebut.

Sadis Benar Engkau Malaysia..!!! Masa tetangga sendiri yang engkau hantam, dan ingin memiliki yang bukan milik sendiri. Tidakkah engkau bersyukur atas apa yang engkau miliki? Seharusnya engkau menindak orang-orangmu yang telah mengganggu hidup kami...!

Indonesia sebenarnya negara yang aman dan damai, tetapi sejak datangnya warga Malaysia yang satu ini dan diikuti yang lainnya, telah mengganggu ketenangan hidup rakyat Indonesia. Di tanah air Malaysia sendiri pun warga negara Indonesia juga tidak bisa hidup dengan tenang. Malah disiksa dan dianiaya. Padahal di tanah air Indonesia sendiri warga negara Malaysia tidak pernah diganggu, malah diberi kenyamanan dan ketentraman. Kalau berbuat salah baru dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Lain dari itu tidak ada.

Benar-benar sadis, tidak ada perasaan. Coba bayangkan saja, bagaimana kalau negara Malaysia kita jelek-jelekkan atau kita lecehkan tentu rakyat Malaysia akan marah. Siapa yang tidak panas hatinya kalau keluarganya dilecehkan oleh orang lain apalagi tetangga sendiri, dan warga negara mana yang tidak panas hatinya kalau negaranya dilecehkan negara lain apalagi negara tetangga sendiri. Semua orang pasti panas hatinya atau bahkan ingin membalasnya.

Negara Indonesia memang lagi sedang menyelesaikan banyak masalah-masalah besar, dan pada kesempatan itu pulalah bangsa Malaysia ikut menambah masalah bagi bangsa Indonesia. Wah, sadis benar!

Kiranya pemerintah harus segera mengambil tindakan yang tegas tanpa memandang apakah negara itu kuat atau tidak. Jika tidak, maka negara Malaysia akan semakin merajalela berbuat semena-mena terhadap bangsa Indonesia.

Wahai saudara/iku sebangsa setanah air Indonesia, mari kita bersatu mepertahankan kedaulatan Negara Kita, Negara Kesatuan Indonesia. Jangan biarkan bangsa lain merusak dan mengganggu bangsa Kita. Mari kita bela dan kita pertahankan negara kita sesuai dengan kemampuanmu, profesimu, keahlianmu, keterampilanmu. Bila memang sudah tindakan mereka benar-benar melebihi batas kesabaran, mari kita hancurkan mereka....!

Hidup Indonesia...!!!

S E K I A N

NB. :
Saya sebagai penulis (blogger) membuat tulisan ini bukanlah untuk mengundang pertikaian terhadap bangsa Malaysia, tapi untuk menyadarkan bangsa tersebut atas perbuatan mereka terhadap negara Indonesia. Warga negara mana yang tidak panas hatinya bila negaranya dilecehkan oleh negara lain, apalagi negara tetangga.

Tarutung, Indonesia, 28 Agustus 2009
Oleh :
B. Marada Hutagalung

 http://maradagv.wordpress.com

26 August 2009

Wahai Malaysia, biarkanlah Indonesia Tenang!

Malasyia peace Indonesia

Engkau tau bahwa kami adalah bangsa yang berdaulat
Tapi mengapa hidup kami selalu Engkau ganggu!
Apa salah kami…?

Wahai Malaysia…!
Tidakkah engkau ingat bahwa kami penah mengirim guru ke tempatmu?
Tidakkah engkau sadar bahwa dirimu pernah memakai bahasa Indonesia?
Tidakkah engkau tahu bahwa ragam budaya dan sukumu hanya sedikit dibandingkan kami?

Wahai Malaysia…!
Apakah kami pernah berbuat kesalahan kepadamu?
Bila pernah, kami akan memperbaikinya…!
Tolong katakanlah kepada kami…!

Wahai Malaysia…!
Indonesia bukan Negara Kesultanan, tapi Republik
Yang memiliki ragam agama, suku, budaya, dan lain sebagainya!
Kuharap engkau mengerti…!

Wahai Malaysia…!
Kami bukan bangsa yang suka berperang…
Kami adalah bangsa yang suka berdamai
Kami juga bangsa yang masih engkau butuhkan..!

Wahai Malaysia…!
Kita adalah tetangga, tapi mengapa engkau mengganggu hidup kami?
Kita tidak bisa hidup sendiri tanpa bergandengan tangan…!
Kita harus saling berdampingan...!

Wahai Malaysia…!
Aku memohon bukan karena Indonesia lemah,
Aku memohon bukan karena Indonesia bodoh,
Tapi karena ingin ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan...!

Wahai Malaysia…!
Memang kita memiliki kesamaan, tetapi tidak semuanya...!
Perhatikan saja budaya aslimu adalah melayu,
Hanya itu yang sama persis, yang lain tidak...!

Wahai Malaysia…!
Kenapa rakyat kami tidak pernah tenang hidup di tempatmu?
Tapi rakyat hidup tenang di tempat kami...!
Bahkan dipulangkan ke tempatmu, meski ilegal...!

Wahai Malaysia…!
Wilayah kami memang luas, tapi engkau anggap milikmu
Wilayah kami memiliki keanekaragaman hayati, tapi engkau renggut
Apakah engkau merasa tidak puas dengan yang engkau miliki...?

Wahai Malaysia...!
Hidup Indonesia dan Malaysia...!
Marilah kita saling menjaga diri
Marilah kita saling memaafkan...!

Wahai Malaysia…!
Kumohon dengan sangat...
Biarkanlah kami memiliki budaya dan wilayah kami...!
Bersyukurlah dengan apa yang engkau miliki...!

Wahai Malaysia…!
Kumohon dengan sangat...
Sekali lagi, kumohon dengan sangat...
Biarkanlah Indonesia tenang...!!!
Tarutung, Indonesia, 26 Agustus 2009
Oleh :
B. Marada Hutagalung

16 August 2009

Sulitnya Mendapatkan Kemerdekaan di Tanah Air RI

Sulitnya Mendapatkan Kemerdekaan di Tanah Air RI
Oleh : B. Marada Hutagalung


Kata kemerdekaan sudahlah sering kita dengarkan, secara khusus kata itu tercantum di alinea Pertama pada pembukaan UUD RI Tahun 1945 : 

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.”

Patutlah kita syukuri bahwa kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pejuang dengan sepenuh hati. Padahal para pejuang tersebut adalah orang-orang yang berbeda latar belakang suku, agama, dan sebagainya.

Namun kenapa dengan sekarang? Kenapa kita tidak bisa melanjutkannya dengan mengisi kemerdekaan itu? Kita malah membahas latar belakang agama, suku, ras, dan lain-lain. Malahan ada beberapa kelompok / organisasi tertentu ingin merubah sistem negara kita dan mencoba merubah Pancasila dan UUD RI Tahun 1945.

Tidak hanya itu saja, kemerdekaan itu juga tidak merata bagi seluruh masyarakat. Malahan terjadi diskriminasi, bahkan mementingkan diri sendiri atau kelompok. Itukah yang dinamakan mengisi kemerdekaan?

Penjajahan bukanlah hanya dilakukan negara-negara lain terhadap bangsa kita, tetap penjajahan juga telah terjadi bagi masyarakat bangsa kita, yakni :

1. Tidak meratanya pendidikan ke setiap warga negara dan juga disertai tingginya biaya pendidikan;
2. Tingginya biaya hidup;
3. Kurangnya pembinaan terhadap masyarakat akan rasa jiwa nasionalis sehingga rakyat juga kurang memperhatikan saudara/inya yang berbeda latar belakang, bahkan menimbulkan pemberontakan dan juga perang saudara;
4. Semakin meningkatnya sifat-sifat kepemimpinan yang tidak baik dari pemerintah terhadap masyarakat sehingga lahirlah sifat-sifat yang demikian dari rakyat itu sendiri;
5. Kurangnya perhatian terhadap pengangguran, dan dianggap itu sebagai penyakit sosial;
6. Kurangnya kebebasan berkreasi dan berkarya;
7. kurangnya dukungan dari pihak pemerintah bagi orang yang menyatakan kebenaran;
8. Tidak meratanya keamanan dan perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat baik di Tanah Air mau pun di Luar Negeri;
9. Sistem Tata Negara sangat bagus, namun tidak terlaksana sepenuhnya, malahan banyak lari dari ketentuan;
10. Kurangnya perhatian terhadapat masyarakat yang minoritas;
11. Bantuan dana diberikan oleh pemerintah namun pembinaannya kurang baik dan layak, serta dana yang diberikan hanya kepada orang-orang yang mampu saja;
12. Penempatan Aparatur-aparatur negara tidak sesuai dengan keahlian dan kemampuannya sehingga menimbulkan kinerja yang tidak bagus dan yang menjadi korban adalah masyarakat yang tidak mampu atau masyarakat yang minoritas bahkan masyarakat yang tidak tahu apa-apa;
13. Politik lebih banyak diutamakan dan telah merabaknya politik terhadap pekerjaan pemerintah;
14. Dan masih banyak lagi.

Tiga 350 tahun lamanya bangsa kita dijajah oleh Belanda, 3 1/2 tahun bangsa kita diduduki oleh Jepang, dan kembali lagi agresi sebanyak dua kali dari Belanda yang dibonceng oleh negara sekutu terhadap bangsa kita terkhusus bangsa Inggirs, menyatakan bahwa sulitnya kemerdekaan itu didapatkan oleh para pendahulu kita. Sudah sepatutnya para motor bangsa kita harus mempelajari masa lalu itu, dan bukan malah melahirkan sifat-sifat penjajah bagi masyarakat agar masyarakat itu juga bisa hidup berdampingan dan saling tolong menolong di samping mendapatkan kesejahteraan dari pemerintah. Bahkan lebih dari itu rakyat akan mampu memberikan yang terbaik bagi negara tercinta ini.
Para rakyat yang berpendidikan juga sudah sepatutnya memperjuangkan kemerdekaan itu ke arah yang baik. Jangan malah menunggu pemerintah itu berbuat baik serta mempermainkan kemerdekaan itu apa bila memang mengerti tentang kemerdekaan yang sebenarnya.

Kita sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah saatnya meraih kemerdekaan itu dengan melakukan yang terbaik bagi bangsa, yang mengabdi melalui profesi, kemampuan, talenta, keahlian yang ada pada kita. Artinya ada keseimbangan hak dan kewajiban. Jangan kita hanya menuntut hak saja, tetapi kewajiban juga kita lakukan.
Iri rasanya melihat negara-negara lain yang masyarakatnya rata-rata sejahetara bahkan lebih dari itu. Mereka diberi kebebasan berkreasi, berkarya serta hak di samping kewajiban yang diberikan pemerintah negara tersebut. Kapankah kita mendapatkan kemerdekaan yang seperti itu?

Memang segala sesuatu itu akan indah kita dapatkan yakni kemerdekaan. Namun kemerdekaan itu tidak akan kita dapatkan bila tidak kita perjuangkan dengan baik serta merta mendapat perlawanan dari pihak pemerintah. Tuhan akan memberikan kemerdekaan itu bila memang kita sepenuh hati melakukannya dan pemerintah pun akan sadar bila terus menerus diperjuangkan.

Mari kita kembali meraih kemerdekaan itu dengan penuh perjuangan. Menuntut kemerdekaan tidak hanya menuntut hak saja, tetapi harus juga kita melakukan kewajiban serta mewarnai kehidupan berbangsa dengan hidup berdampingan dan melakukan pengabdian kepada negara.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berazaskan UDD RI Tahun 1945 dan negara yang berdemokrasi Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah yang menyatakan bahwa negara kita ini :
- bukanlah negara anarkhis;
- bukanlah negara kerajaan;
- bukanlah negara perserikatan;
- bukanlah negara penjajah;
- bukanlah negara agama;
- bukanlah negara boneka;
- bukanlah negara mati;
- bukanlah negara lemah;
- bukanlah negara hantu;
- bukanlah negara yang hanya melahirkan aturan peraturan saja;
- bukanlah negara tukang memonopoli apa saja;
- bukanlah negara yang membicarakan politik saja;
melainkan negara kita adalah :
- negara yang merdeka;
- negara yang memiliki dasar hukum yang kuat;
- negara yang memberikan hak dan kewajiban yang seimbang;
- negara yang memperhatikan rakyat;
- negara yang melindungi rakyat;
- negara yang memberikan kebebasan berkarya dan berkreasi;
- negara yang aman, adil dan sentosa;
- negara yang hidup;
- negara yang tidak diskriminatif;
- negara yang beradab;
- negara yang beragama;
- negara yang mau bekerjasama dengan negara lain;
- negara yang berdampingan dengan rakyat;
- negara yang memiliki sistem yang baik dan terlaksana degan baik;
- negara yang menyatakan kebenaran;
- negara yang teladan bagi negara lain;
- negara yang maju dan makmur;
- negara yang kaya dengan SDA dan SDM;
- negara yang mampu membantu negara lain


Akan tetapi itu semua tidak sepenuh terealisasi dan terlaksanan, malahan kebalikannya lebih banyak yang terjadi.

Reformasi juga telah terjadi di negara kita, namun reformasi itu telah disalahartikan dan disalahgunakan oleh kita sendiri. Malahan lebih parah dari yang sebelumnya. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita kembali lagi seperti masa orde lama atau orde baru? Jawabannya, tidak sama sekali. Yang kita lakukan sekarang adalah mengambil hikmat dan mana yang baiknya dari masa orde baru, orde lama dan juga masa penjajahan termasuk masa revolusi dan reformasi. Dan itu menjadi pelajaran yang berguna bagi kita untuk memperbaiki reformasi yang telah rusak itu. Mari kita lahirkan reformasi yang baik dan benar yang sesuai dengan UUD Tahun 1945 dan Pancasila.

Kemerdekaan tidaklah gampang kita dapatkan. Mari kembali ke sejarah bahwa para pejuang juga sulit untuk mendapatkannya. Oleh karena itu mari kita pertahankan kemerdekaan itu dengan pengabdian kita sepenuhnya, dan kita dapat kembali kemerdekaan yang telah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Jika rakyat Republik Indonesia merdeka, maka pemerintah juga ikut menikmatinya. Namun jika rakyat Republik Indonesia tidak sepenuhnya mendapatkannya maka pemerintah pun akan ikut tersiksa.

Sekali merdeka tetap merdeka…! Merdeka…!!! Merdeka…!!! Merdeka…!!!

S E K I A N
Oleh :
B. Marada Hutagalung

Pengunjung

Flag Counter