Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

08 November 2011

Profil Sekolah Bibelvrow HKBP Laguboti


Sekolah Bibelvrouw HKBP Laguboti berlokasi di Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara, merupakan salah satu dari peguruan tinggi milik HKBP.


Sejarah Sekolah Bibelvrouw HKBP

Sekolah Bibelvrouw HKBP berdiri pada tahun 1934, di Kutacane, Tanah Alas, di Narumonda yang dipimpin oleh Zuster Elfrieda Harder, dan pada tahun 1938 dipindahkan ke Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara.

Pada tahun 1935 merupakan penahbisan Bibelvrouw HKBP Pertama.

Pada tanggal 9 April 1965 Asrama Bibelvrouw di Sinaksak Pematangsiantar dimulai pemakaiannya, dan diresmikan pada tanggal 9 Juli 1967.

Pada tahun 2008 adalah Peletakan Batu Pertama Pembangun Perpustakaan Sekolah Bibelvrouw HKBP Laguboti.

Direktur Sekolah Bibelvrouw sekarang (2011) adalah Pdt. Ebsan B. Hutabarat, M.Th


Pengertian, Fungsi Bibelvrouw dan Kurikulumnya

Bibelvrouw berasal dari dua kata yakni Bibel dan Vrouw (bahasa Belanda), yaitu perempuan yang mengajar Alkitab, atau pengertian lain adalah Penginjil Wanita.

Sesuai dengan pengertiannya, Bibelvrouw berfungsi sebagai Penginjil Wanita yang siap melayani para jemaat dalam bidang kerohanian dan siap membantu pekerjaan pendeta dan pelayan gereja.

Mahasiswi Sekolah Bibelvrouw HKBP Laguboti juga mempelajari ilmu teologi seperti Sekolah Tinggi Teologi, namun lebih mengutamakan teologi pratika yakni penginjilan, pembinaan, dan lain sebagainya, sedangkan jenjang pendidikannya setara dengan Diploma III (D.III).

Refrensi :

08 August 2011

Profil Singkat STGH HKBP Seminarium Sipoholon

STGH atau Sekolah Tinggi Huria HKBP Seminarium Sipoholon merupakan salah satu kampus yang bernuansa kerohanian yang dikhususkan untuk menjadi Guru Jemaat atau Guru Huria dalam melayani di beberpa gereja Kristen Protestan terutama di gereja-gereja yang beraliran Lutheran, namun diutamakan di gereja HKBP, karena STGH adalah salah satu dari beberapa perguruan tinggi milik HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).

Sekolah Tinggi Huria HKBP Seminarium Sipoholon berlokasi di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, yang berdekatan dengan kampus Sekolah Pendeta HKBP Seminarium Sipoholon.

Pada awalnya nomenklatur dari perguruan tersebut adalah Sekolah Guru Huria (SGH) HKBP, yang setara dengan Sekolah Tingkat Atas (SLTA) sederajat. Namun perguruan tersebut sempat vakum di beberpa tahun yang lalu sebelum tahun 1946, dan pada tahun 1964 itu juga SGH kembali dibuka. Selanjut di beberapa tahun yang lalu setelah jenjang SGH disetarakan dengan Pendidikan Diploma III (D.III).

Pada abad milenium ini, sekitar tahun 2007 sekolah tersebut berubah nomenklatur menjadi Sekolah Tinggi Guru Huria HKBP dan juga berubah jenjang setara dengan Pendidikan Diploma IV (D.IV).


Fungsi dan Program Studi STGH

STGH adalah suatu tempat persamayan bagi orang yang terpanggil secara rohaniah dan menjadi suatu tempat pembibitan untuk menjadi seorang pelayan yang baik, bermutu dan berkualitas, dan mampu mengembangkan kehidupan yang harmonis di jemaat nantinya.

Program studi STGH hampir mirip dengan Program Studi Sekolah Tinggi Teologi (STT), yakni sama-sama mempelajari ilmu teologi (tidak sepenuhnya mendalami ilmu teologi), akan tetapi program studinya lebih dominan ke praktika seperti Missiologi, Liturgika, musik, musik, gerejawi, manajemen/administrasi gereja, dan lain-lain.

Mahasiswa STGH dididik untuk menjadi Guru Jemaat/Huria sekaligus menjadi perpanjangan tangan Pendeta dalam melakukan pelayanan nantinya.

Refrensi :

12 April 2008

Psikologi Perkembangan : PERANAN DAN HUBUNGAN REMAJA

PERANAN DAN HUBUNGAN REMAJA
DENGAN SEKITARNYA

BAB I. P E N D A H U L U A N
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak mempengaruhi diri atau karakteristik sosial. Pada masa remajalah berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai inidividu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap sekitarnya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.


BAB II. P E M B A H A S A N
A. Keluarga
Hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap usia, terlebih selama masih remaja karena pada saat itulah anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman. Baik atau buruknya Hubungan remaja dengan keluarga dapat mempengaruhi dirinya dalam pergaulan sehari-hari di luar rumah.
Orang tua merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri anak. Pola hubungan antara orang tua dengan remaja akan mempunyai pengaruh terhadap penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain:
a. Menerima (acceptance), yaitu situasi hubungan di mana orang tua menerima anaknya dengan baik. Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
b. Menghukum dan disiplin yang berlebihan, merupakan pola hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menguntungkan.
c. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan, dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung dan sebagainya.
d. Penolakan, yaitu pola hubungan di mana orang tua menolak kehadiran anaknya. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri.
Di samping orang tua, anggota-anggota keluarga lainnya (saudara-saudaranya) juga memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri si anak. Bila suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik. Apabila sebaliknya akan menimbulkan suasana yang buruk (misalnya kebencian, iri hati, perselisihan, dan sebagainya).
Umumnya peran remaja dalam keluarga tidak begitu diperhatikan oleh orang tua dan sauadara yang lebih tua darinya. Baik atau tidaknya peran remaja dalam keluarga itu dipengaruhi oleh pola hubungan keluarga terhadap dirinya. Agar karakteristik sosial remaja itu baik di lingkungan keluarga maka ia harus memperhatikan dan melakukan hal-hal yang baik dan benar, antara lain:
a. Menjalin hubungan yang biak dengan para anggota keluarga (orang tua dan saudara);
b. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peratuaran yang ditetapkan orang tua);
c. Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga;
d. Berusaha membantu anggota keluarga sebagai individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya.
B. Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidu[pan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Di samping itu hasil pendidikan yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian di masyarakat.
Di lingkungan sekolah, anak (remaja) harus bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah; berpartisapasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah; menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah; bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah dan staf lainnya; dan membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya.
C. Teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya; dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

D. Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat di mana individu merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Dalam lingkungan masyarakat remaja diperhadapkan untuk mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain, memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain, bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain, dan bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.


BAB II. K E S I M P U L A N
Bagimana anak (remaja) berperan terhadap lingkungan sekitarnya tergantung kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Agar dapat mengikuti atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, anak harus memperhatikan situasi yang berkembang di sekitarnya.
~ ~ ~ o 0 o ~ ~ ~

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN: GERAKAN PEMBAHARUAN PENDIDIKANESENSIALISME DAN PERENNIALISME

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN:
GERAKAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN
ESENSIALISME DAN PERENNIALISME
A. Esensialisme
1. Orientasi umum
a. Batasan
Esesensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresisvisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut Esesensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.
b. Karakteristik
Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Esesensialisme, yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spesies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, tidak pernah merupakan pemberian.
4) Esesensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah. Apabila terdapat sebuah pertanyaan di masa lampau tentang jenis teori pendidikan yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka pertanyaan tersebut tidak ada lagi pada hari ini.
2. Tokoh Bagley (1874-1946)
a. William C. Bagley lahir di Detroit. Ia memasuki Universitas Negeri Michigan, danUniversitas Wisconsin, dan menerima gelar Doktor dari Universitas Cornell tahun 1900. setelah mengajar di sekolah umum dan sekolah guru di Illinois dan mengajar di Universitas Illinois, dalam tahun 1917 ia mengajar di Sekolah Tinggi Guru (Teachers College) di Universitas Columbia selama lebih dari 20 tahun, dan pensiun dalam tahun 1940.
b. Dalam perjalanan karirnya, ia menyunting Jurnal Asosiasi Pendidikan Nasional (Journal of the Nationa Education Assiation), dan penerbitan berkala serta menjabat sebagai Presiden Dewan Nasional (NEA’s Naitional Council of Education).
3. Dasar Filosofis
Esesensialisme merupakan gerakan pendidikan yang bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme. Meskipun kaum Idealisme dan kaum Realis berbeda pandangan filsafatnya, mereka sepaham bahwa:
a. hakikat yang mereka anut memberi makna pendidikan bahwa anak harus menggunakan kebebasannya, dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu dirinya sebelum dia sendiri dapat mendisiplinkan dirinya; dan
b. Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi muda perlu belajar untuk mengembangkan diri setinggi-tingginya dan kesejahteraan sosial.
4. Teori Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur ayng inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
b. Metode Pendidikan
1) Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
2) Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode-metode tradisional yang tepat.
3) Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas; dan penguasan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.
c. Kurikulum
1) Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang pokok.
2) Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada pengembangan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.
3) Kurikulum Sekolah Menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu kealaman, humaniora, serta bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap mata-mata pelajaran tersebut dipandang sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan umum yang diperlukan untuk dapat hidup sempurna. Studi yang ketat tentang disiplin tersebut akan dapat mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang sama membuat mereka menyadari dunia fisik yang mengitari mereka. Penguasaan fakta dan konsep-konsep pokok dan disiplin-disiplin yang inti adalah wajib.
d. Pelajar
Siswa adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berpikir.
e. Pengajar
1) Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
2) Gruru berperanan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan-gagasan.
B. Perennialisme
1. Orientasi Umum
a. Batasan
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap gerakan Pendidikan Prigresivisme yang mengingkari supernatural. Perennialisme adalahgerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.
b. Karakteristik
Robert M. Hutchins merangkum tugas pendidikan sebagai berikut : Pendidikan mengandung mengajar. Mengajar mengandung pengetahuan. Penegtahuan adalah kebenaran. Kebenaran, di mana pun adalah saqma. Karena itu pendidikan di mana pun seharusnya sama.
2. Tojoh Hutchins
a. Hutchins adalah juru bicara utama bagi filsafat kaum Perennialisme di Amerika dan sebuah semua kritik yang penting tentang praktek pendidikan, khususnya pendidikan di perguruan tinggi, selama paruh pertama abad 20. Ia merasakan kekacauan dalam pendidikan tinggi disebabkan oleh tiga kelompok utama dalam masyarakat, yaitu:
1.) kecintaan pada uang.
2.) Suatu konsep yang keliru tentang demokrasi, dan
3.) Suatu gagasan yang keliru tentang kemajuan.
Ia terutama menentang kecenderungan mengidentifikasi kemajuan dengan akumulasi yang tepat tentang informasi. Dalam pendekatan semacam ini, pengahargaan terhadap fakta secara logis mendorong pada pengajaran tentang fakta–tetapi ia beragumentasi bahwa fakta tidak selamanya berlaku, dan berdasarkan generasi geometris tentang fakta baru yang berkembang cepat, bagaimanakah usul kita menangani hal tersebut? Ia berpendapat bahwa akan jauh lebih berarti apabila mengutamakan belajar di sekolah dengan belajar pemikiran klasik dan intelektual, yang merupakan kekuatan dan hal yang penting dari akal pikiran manusia.
b. Ketika
Ketika menjadi Presiden Universitas Chicago (1929-1945), sebuah posisi yang diraihnya pada usia 30 tahun, Hutchins berbuat banyak hal untuk memajukan gerekan pendidikan liberal. Ia menghapuskan kelompok-kelompok persaudaraan, sepak bola, wajib hadir, dan sistem kredit. Ia merasa bahwa belajar untuk belajar itu sendiri dirusak oleh konsep universitas yang hanya mempersipakan mahasiswanya untuk bekerja. Penekanan pada kemajuan ini membuatnya sangat merendahkan pendidikan “Melatih” seorang anak muda hanya untuk melakukan suatu tugas yang rendahan seperti: konsmetologogi, montir mobil, atau perbaikan TV, dan ini atas biaya suatu pendidikan, jumlah seluruhnya, hanya untuk merendahkan sifat manusia. Ia meyakini yang sebaliknya, bahwa universitas harus menyediakan suatu pendidikan liberal dan pelatihan praktis tersebut hendaknya terjadi di lembaga-lembaga teknis. Dalam masa menjadi presiden di Universitas Columbia, ia menulis dan memberikan kuliah. Ia mengunggulkan prestasi intelektual dan menegakkan perlunya melestarikan tradisi pemikiran Barat secara akademis.
3. Dasar Filosofis
Orientasi pendidikan dari Perennialisme adalah Scholastisisme atau Neo-Thomisme, yang pada dasarnya memandang kenyataan sebagai sebuah dunia akal pikiran dan Tuhan, pengetahuan yang benar diperoleh melalui berpikir dan keimanan, dan kebaikan berdasarkan perbuatan rasional.
4. Teori Pendidikan
a) Tujuan pendidikan
Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena kebenaran-kebenaran tersebut universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui:
1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran, dan
2) Latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spritual.
b) Metode Pendidikan
Latihan mental dalam bentuk diskusi, analisis buku melalui pembcaan buku-buku tergolonmg karya-karya besar, buku-buku besar tentang peradaban Barat.
c) Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran, dan cenderung menitikberatkan pada: sastra, matematika, bahasa, dan humaniora, termasuk sejarah. Kurikulum adalah pendidikan liberal.
d) Pelajar
Makhluk rasional yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia dunia biologis.
e) Pengajar
1) Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegitan belajar-mengajar di kelas.
2) Guru hendaknya orang yang telah menguasai suatu cabang, seorang guru yang ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
Mudyahardjo, Redja, “PENGANTAR PENDIDIKAN”, PT Raja Grafindo, Jakarta 2002,-

Bahan Ajaran PAK-4 : “BATAS – BATAS BERPACARAN”

BATAS – BATAS BERPACARAN
Segala sesuatu yang kita lakukan tentunya memiliki batas-batas tertentu, tidak boleh asal dilakukan. Dalam hal berteman atau bersahabat juga memiliki batas-batas tertentu. Demikian hal dengan berbapacar, juga ada batas-batasnya. Batas-batas itu tentunya sangat bervariasi dari tempat ke tempat, dari suku ke suku. Namun pada umumnya ada kesepakatan bahwa dalam berpacaran sedikit banyak sudah ada janji untuk saling mengikat diri dengan pasangannya. Ini berarti mulai ada keterbatasan pergaulan dalam diri mereka yang sudah mulai berpacaran.
1. Batas-Batas Pacaran
Orang yang terbuka hantinya dan menyadari cinta-kasih Ilahi, ingin memberikan tanggapan dalam semangat cinta. Bagaimana ia dapat memberikan tanggapan yang berarti, jika ia tahu Tuhan tidak membutuhkan sesuatupun? Yohanes memberikan cara sebaiknya : “Apakah cinta itu?” Kita mengenal dari kenyataan bahwa Yesus telah menyerahkan nyawanya untuk saudara-saudaranya..., “Saudara-saudara yang terkasih, hendaklah kita cinta-mencintai, karena cinta kasih berasal dari Tuhan”. Barang siapa mencintai, dia lahir dari Tuhan dan dia mengenal Tuhan. Sebab, Tuhan adalah cinta kasih..., “... tak seorangpun melihat Tuhan tetap di dalam kita dan cinta kita akan Dia menjadi sempurna” (1 Yoh 3:16; 4:7-12).
Pacaran bagi orang Kristen ditandai dengan :
- Proses peralihan dari subjective love ke objective love
Subjective love yaitu kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulir orang yang menerima. Tidak memperhitungkan apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh sipenerima. Sedangkan objective love memberi sesuai dengan apa yang baik yang benar-benar dibutuhkan sipenerima yang positif yang memang menjadi hak dan miliknya (bnd Kej 20:5; Israel milik Allah). Pacaran muda/i Kristen harus ditandai dengan jealous love. Mereka tidak boleh menuntut sesuatu yang bukan atau belum menjadi haknya (misal : hubungan seksual).
- Proses peralihan dari romantic love ke real love
Romantic love adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa “kehidupan ini manis semata-mata”. Muda/i yang berpacaran biasanya terjerat pada romantic love mereka semata-mata menikmati hidup ini sepuas-puasnya tanpa mempertanyakan realitanya. Pacaran adalah persiapan pernikahan, oleh karena itu pacaran Kristen tidak mengenal “dimabuk cinta”. Pacaran Kristen boleh dinikmati tetapi harus berpegang kepada hal-hala yang realistis (Yoh 3:3; Amsal 1:7; Kid 8:7).
Isi dan pusat dari pacaran tidak lain adalah aktivitas nonton, jalan-jalan, duduk berdampingan, dsb, sehingga sepuluh tahun pun tetap merupakan dua pribadi yang tidak saling mengenal. Sedangkan pacaran orang-orang Kristen berbeda, artinya juga bisa berekreasi dan sebagainya, tetapi isi dan pusatnya bukan pada rekreasi itu sendiri tetapi pada dialog, yaitu interaksi dua pribadi secara utuh, sehingga hasilnya adalah suatu pengenalan yang benar dan mendalam.
- Proses peralihan dari sexual oriented ke personal oriented
Pacaran orang Kristen bukanlah saat untuk melatih atau melampiaskan kebutuhan seksual. Orientasi kedua insan tersebut, bukanlah pada hal-hal seksual, tetapi sekali lagi seperti yang telah disebut di atas, yaitu pada pengenal pribadi yang mendalam. Jadi, masa berpacaran tidak lain daripada masa persiapan pernikahan. Oleh karena itu, pengenalan pribadi yang mendalam adalah “keharusan”.
Dalam bagian ini, kita diperhadapkan dengan satu pertanyaan, “Apakah dalam masa pacaran boleh ada keterlibatan seksual?” Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu ditanyakan dulu apa pengertian seks menurut ajaran Kristen. Seks adalah bagian dari pernikahan resmi. Oleh karena hubungan yang secara resmi sudah dipersatukan dan dipermuliakan serta mengembangkan kesatuan tersebut. Dengan tujuan procreation (berketurunan) maupun tujuan pemeliharaan kesatuan itu sendiri.
Alkitab tidak mengajarkan pengertian seks semata-mata sebagai alat kelamin. Alkitab menyaksikan bahwa seks menunjukkan kepada keberadaan manusia seutuhnya. Manusia diciptakan sebagai makhluk seks (sexual being), laki-laki dan perempuan yang berbeda satu sama lain (Kej 2; 18–25). Bukan hanya alat kelamin dan emosi yang menyertainya, tetapi seutuhnya termasuk cara berpikir, tingkah lakunya, ekspresi dirinya. Sebagai sexual being manusia laki-laki berbeda dengan perempuan. Dalam pengertian ini keterlibatan seks tidak mungkin dihindari. Karena setiap interaksi laki-laki dan perempuan selalu interaksi dari dua sexual being yang berbeda. Suatu interaksi dan keterlibatan seks yang tidak selalu menimbulkan sexual arousal (rangsangan pada alat kelamin).
Oleh karena itu, apabila keberadaan dari pacaran adalah persiapan menuju pernikahan, maka pacaran tidak sama dengan pernikahan. Ada hal-hal yang menjadi bagian dari pernikahan yang tidak boleh ada dalam pacaran, termasuk hubungan seksual.

Bahan Ajaran PAK-3 : “PACARAN MENURUT IMAN KRISTIANI”

PACARAN MENURUT IMAN KRISTIANI
Pacaran merupakan masa perkenalan antara dua pribadi secara khusus yang mengarah pada pernikahan. Disebut secara khusus oleh karena berpacaran bukan hanya sekedar perkenalan. Ada unsur-unsur tertentu yang seharusnya diak ada dalam masa perkenalan secara umumnya yang harus ada pada masa berpacaran. Dua pribadi yang berlawanan jenis kelamin itu mengambil sikap untuk mengkhususkan hubungan antara mereka berdua. Meningkatkan hubungan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu pernikahan. Oleh karena itu, alangkah baiknya kita melihat dan mengetahui apa yang dimaksud dengan berpacaran.
PENGERTIAN BERPACARAN
1. Pengertian Secara Umum
Dalam Kamus Besar Bahsa Indonesia, kata berpacaran berasal dari kata dasar pacar (teman lawan jenis yang biasanya menjadi tunangan, kekasih). Berpacaran berarti bercintaan, berkasih-kasihan. Berpacaran merupakan hubungan dua orang yang berbeda jenis kelamin berdasarkan cinta. Berpacaran memiliki ciri khas yaitu perasaan yang eksklusif (ada perasaan : “Dia khusus bagi saya dan saya khusus bagi dia). Perhatian terhadap orang lain tidak sama dengan perhatian terhadap pacar.
Menurut Hardjana, “Pacaran adalah usaha untuk memadukan dua pribadi yang berbeda yang bertujuan agar pasangan pacara mendapatkan kesempatan untuk saling mengenal lebih mendalam dan saling membina kecocokan yang kemudian dilanjutkan ke jenjang yang didasarkan pada cinta.”
Dari hal di atas maka dapat dipahami bahwa secara umum pengertian berpacaran adalah suatu usaha memadukan dua “hati” untuk dilanjutkan ke jenjang pernikahan yang didasarkan pada cinta-kasih.
2. Pengertian Menurut Iman Kristen
Konsep kehidupan orang Kristen berbeda dengan orang-orang lain. Kehidupan orang Kristen adalah kehidupan dalam anugerah untuk mengambil bagian dalam rencana karya penyelamatan Allah dalam tuhan Yesus Kristus. Kehidupan yang bertujuan untuk mengerjakan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelum dunia diajadikan (Efesus 2:10). Oleh karena itu, bagi orang Kristen bahwa pergaulan, pacaran, dan pernikahan tidak lain dari proses kematangan hidup untuk semakin dipersiapkan, memikul dan mengerjakan pekerjaan baik yang sudah disiapkan Allah.
Dalam Kekristenan pacaran disebutkan sebagai suatu masa perkenalan antara dua pribadi yang menjadi satu kesatuan tubuh dalam kasih dan iman yang sungguh kepada Allah (bnd Kej 2:24; 1 Kor 7:1-16). Pacaran bukanlah sekedar perkenalan saja, melainkan suatu hubungan yang mengikat dua pribadi menjadi satu keutuhan yang menuju kepada pernikahan kudus (bnd Mat 19:6a).
Setiap orang akan selalu berusaha mencari orang yang terbaik untuk dijadikan pacar. Seorang laki-laki hendaklah mencari pacar seorang wanita, dan sebaliknya hendaklah seorang wanita mencari pacar seorang pria. Namun yang menjadi pertanyaan : “Apa yang membuat dua jenis manusia itu saling tertarik satu sama lain? Manusia adalah makhluk jasmani dan rohani. Awal ketertarikan dapat dimulai dari segi jasmani atau rohani dan perlu diketahui sulit sekali menetapkan usia berapa tahun dapat berpacaran. Seorang pria dapat tertarik kepada seorang wanita karena kecantikan, kesabaran, kelemahlembutan atau kegigihannya. Dengan berpacaran dua individu berusaha saling mengasihi dan mencintai untuk kemudian dipersatukan sekalipun memiliki rentan usia yang jauh. Baik tua maupun muda tidak lepas dari usa cinta-mencintai.”
Dalam berpacaran ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu :
- Tahap Perkenalan : suatu tahapan di mana dua pribadi berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Bagi pria dan wanita yang sudah saling kenal sebelumnya, proses saling mengenal itu lebih cepat.
- Tahap Penjajakan : pria dan wanita saling berusaha untuk mengenali kebiasaan, dan sifat-sifat. Dari situ mereka dapat saling mengetahui apa mereka beruda saling tertarik dan mau saling berhubungan lebih dekat.
- Tahap Pendekatan : kedua individu berusaha untuk saling menerima satu sama lain, yang akhirnya menampakan ada rasa ingin lebih dekat lagi.
- Tahap Kesepakatan : hubungan kedua individu yang berlainan tersebut bukan lagi sekedar kenal, bukan lagi sekedar bersahabat, melainkan melangkah dalam kesepakatan untuk menikah.
Akan tetapi dalam hubungan berpacaran, seringkali anak-anak remaja jatuh ke dalam dosa seks. Dengan kata lain melakukan seks di luar nika. Berbuat seoalh-olah sudah suami istri, atau menganggap “dunia ini milik kita berdua” dan kurang memperhatikan teman-teman lain yang ada di sekitarnya. Selain itu dalam berpacaran sering juga terhalang karena faktor orang tua tidak setuju, misalnya karena perbedaan suku/budaya, adanya perbedaan pendidikan. Oleh karena itu dalam berpacaran perlu adanya keterbukaan dan pengenalaan yang lebih mendalam lagi mengenai latar belakang seseorang yang akan dijadikan pacar. Selain itu terdapat juga masalah-masalah yang lebih khusus lagi, misalnya cemburu. Hal itu boleh saja terjadi untuk menandakan ada rasa cinta. Tetapi jika berlebihan akan mengakibatkan hal yang sangat fatal. Saling menerima satu sama lain, bukan yang didasarkan pada nafsu (cinta erotis) melainkan didasarkan pada kasih Ilahi.

Bahan Ajaran PAK-2 : “POLA HIDUP REMAJA KRISTEN”

POLA HIDUP REMAJA KRISTEN
Masa remaja merupakan masa pertumbuhan/perkembangan. Perkembangan yang dimaksud bukan arti seakan-akan dalam masa remaja seseorang baru mulai berkembang di dalam kehidupannya. Perkembangan yang dimaksud adalah perkembangan fisik, umur, moral ke arah yang lebih baik lagi dari semula (ada perubahan). Masa remaja sering disebut sebagai masa yang penuh gejolak dan masalah. Muatan pelajaran dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang terlalu banyak menuntut waktu dan perhatian mereka serta orang tua sering kali menambah beban anak-anak remaja dalam pergaulan hidup sehari-hari. Tuntutan yang terlalu banyak sering kali membuat seseorang ingin meninggalkan kebiasaan itu dan ingin “berpetualang”. Dalam “petualangannya” seorang anak remaja dapat menjadi seorang yang kehilangan identitas atau lupa diri. Dalam keadaan perkembangan zaman yang sangat pesat dan seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, setiap orang harus tetap memiliki pola hidup yang kokoh dan mengikuti perkembangan itu tanpa kehilangan identitas. Seorang remaja Kristen tetap hidup sebagai seorang Kristen.
1. Pengertian Masa Remaja (Masa Adolesen)
Sebagai seseorang remaja yang sedang masuk dalam tahap dewasa, remaja mengalami perkembangan atau pertumbuhan-pertumbuhan untuk memungkinkan menjadi seorang dewasa. Akan tetapi perlu kita ketahui pengertian masa remaja. Masa remaja (adoselen) dapat dipandang sebagai suatu msa di mana individu dalam proses pertumbuhannya (terutama) telah mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa kehidupan, di mana kita sulit untuk memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tetapi tidak juga orang dewasa.
Menurut Witherington (Psikolog), masa adolense dapat dibagi dalam dua fase, yaitu :
~ Fase remaja awal (pra-adolensence), yang berkisar antara usia 10 – 15 tahun : masa ini ditandai dengan perubahan fisik, misalnya tumbuh kumis pada anak laki-laki atau menstruasi pada anak perempuan.
~ Fase remaja akhir (late-adolensence), yang berkisar antara usia 15 – 18 tahun. Pada peridoe ini remaja mengadakan penyesuaian sosial menuju kepada kematangan dan penemuan diri.
2. Pokok Pembahasan
Dalam Alkitab dinyatakan dengan jelas : “Anak-anak pada masa mudanya seperti anak-anak panah di tangan pahlawan” (Mzm 127:4). Dalam pencarian serta penemuan diri, seorang remaja tidak terlepas dari situasi masyarakat sekitarnya. Setiap orang lahir dan dibesarkan dalam suatu komunitas, dan tidak terlepas dari komunitas tersebut. Baik buruknya sikap atau pola perilaku seseorang tidak terlepas dari baik buruknya komunitas masyarakat tempat tinggalnya. Dengan kata lain, masyarakat remaja mencapai atau tidak mencapai “sasaran” hidup yang tepat. Pada era modern saat ini yang ditandai dengan kemajuan teknologi, sering kali anak-anak remaja alam “petualangan”nya, menjadi seseorang yang kehilangan identitas. Kemampuan yang lemah dan kekurangsiapan dalam mengikuti dan memanfaatkan perkembangan zaman mengakibatkan seseorang remaja menjadi “korban teknologi”. Misalnya : teknologi informatika komputer yang diwarnai dengan meluasnya sarana “internet” dapat berakibat fatal apabila disalahgunakan dengan pengaksesan situs porno yang dapat merusak moral remaja dan menuntunnya ke arah yang lebih amoral dengan menggemari free-sex (seks bebas).
Akan tetapi faktor kemiskinan keluarga dan ketidakharmoniasan orang tua dapat dijadikan sebagai salah satu penyebab boborknya moral remaja, misalnya mengedar dan konsumsi narkoba sebagai alat ‘penyegar” pikiran dan pelarian, serta sebagai sararana agar diterima dalam peer group (teman sebaya). Pola hidup remaja seperti demikian adalah pola hidup yang bertentangan dengan ajaran Tuhan (Alkitab). Secara nyata Alkitab memang mencatat agar setiap anak menikmati masa mudanya, akan tetapi bukan berarti mengabaikan perintah Tuhan. Sebab jika masa muda dilalui tanpa korelasi yang baik dengan Tuhan maka itu adalah sia-sia (bnd Pkh 11:9-10). Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah : “Bagaimana sebaiknya sikap seorang remaja Kristen dalam menyikapi perkembangan zaman di tengah-tengah pergaulan hidup?”
Menyikapi pola kehidupan remaja Kristen sekarang ini, alangkah baiknya bila back to the Bible (kembali kepada Alkitab). Rasul Paulus menegaskan kepada jemaat di Korintus bahwa tubuh itu merupakan bait Roh Kudus, tempat berdiamnya Roh Allah yang telah lunas dibayar harganya. Sebagai bait Allah yang adalah gambaran rupa Allah (imago Dei), setiap manusia (khususnya remaja) harus memiliki dan menyatakan sifat Allah itu, yakni : hidup dalam persekutuan yang kudus dengan Dia, hidup dalam Kasih, hidup kudus, pembawa damai, dan sebagainya.
Menurut John Wesley (Bapak Pendiri Gereja Methodist), setiap orang harus hidup dalam persekutuan dengan Allah untuk menemukan diri dalam diri Allah dengan kekudusan. Kekudusan yang dimaksud Wesley bukanlah kekudusan dalam arti asketis (bertapa untuk menghindari kehidupan masyarakat), kekudusan itu tidak hanya tampak pada self-holiness (kekudusan pribadi), misalnya : doa, puasa, tidak merokok, percaya kepada Tuhan Yesus, dan sebagainya. Melainkan bahwa kekudusan itu hendaknya tampak dalam kehidupan sosial masyarakat (social holiness). Seseorang disebut kudus bila keimanannya kepada Yesus dinyatakan dalam perbuatan baik dan membawa perubahan hidup dalam masyarakat (bnd Yak 2:17) untuk kemudian menuju kepada kesempurnaan Kirsten, yaitu ke dalam hidup yang terus menerus bertumbuh dan dibaharui dalam “Anugerah Allah” yang diberikan secara cuma-cuma kepada setiap orang. Dalam menjawab tantangan zaman, seorang remaja Kristen dituntut untuk menjadi teladan, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Dengan kata lain seorang remaja Kristen harus “tampil beda” dari yang non Kristen untuk mencapai “sasaran” hidup yang sesuai kehendak Yesus di tengah-tengah perkembangan zaman yang ditopang dengan adanya komitmen untuk hidup dalam pimpinan Tuhan, – seperti syair lagu dalam Kidung Jemaat No. 413:1.

Bahan Ajaran PAK-1 : “DEFENISI SEORANG MURID KRISTUS”

DEFENISI SEORANG MURID KRISTUS
Orang yang bersedia menjadi pengikut Kristus dinamakan sebagai orang Kristen. Menjadi pengikut Kristus, tidaklah cukup hanya terdaftar sebagai anggota gereja, tetapi lebih dari pada itu, seorang pengikut Kristus harus dapat mengikuti perilaku dan tindakan Kristus. Agar seseorang dapat berperilaku dan bertindak sebagaimana adanya Kristus, tentulah ia juga harus belajar sendiri dari Kristus dan mau menjadi murid Kristus. Banyak orang Kristen mengaku sebagai murid Kristus hanya dengan mulut tetapi dalam pergaulan sehari-hari dalam lingkungannya tidak berperilaku dan bertindak seperti Kristus.
1. Arti seorang Murid Kristus
Joko Suprianto merupakan salah satu pebulutangkis Indonesia yang telah terkenal dan telah beberapa kali mendapat gelar juara baik nasional maupun internasional. Pada tahun 2004, ia menjadi pelatnas untuk pertandingan piala Thomas Cup 2004. ia dipercaya untuk melatih seorang pebulutangkis yang muda. Dengan demikian Joko Suprianto sangat berharap bahwa anak muda yang dilatihnya akan menjadi seorang pebulutangkis seperti dirinya. Untuk ia harus dapat menunjukkan bagaimana menjadi pebulutangkis yang baik. Agar anak muda itu berhasil maka ia harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh sang pelatih baik secara perkataan maupun berperilaku.
Demikian halnya dengan Tuhan Yesus, yang telah memilih dua belas orang untuk menjadi murid-Nya. Dan tentunya mereka harus mentaati apa yang diperintahakn dan apa yang merupakan perilaku ataupun tindakan Tuhan Yesus. Kendati demikan, ternyata salah satu dari murid-Nya telah menghianati Tuhan Yesus. Seorang murid Kristus dapat didefenisikan sebagai seseorang yang bersedia mendengar dan melakukan segala sesuatu yang telah dikatakan oleh Kristus (Luk 8:21). Mendengar dan melakukan harus seimbang, sebab jika hanya mendengar tanpa melakukan itu sama dengan orang yang besar telinga, sebaliknya jika hanya melakukan tanpa mau mendengar berarti dia bertindak tanpa tujuan dan itu akan segera menjadi kering.
2. Arti Panggilan dan Tanggung Jawab Murid Kristus
Panggilan adalah ajakan yang dijawab dengan komitmen (janji) seseorang untuk tetap berjalan dan melakukan apa yang diharapkan oleh orang yang memanggilnya. Panggilan murid Kristus berarti suatu janji seorang murid Kristus untuk berjalan dan melakukan apa yang diharapkan oleh Kristus dalam diri seseorang. Kita telah dipanggil dari dunia ini untuk menjadi murid Kristus, menjadi imamat yang rajani dan menjadi saksi dalam lingkungan di mana kita berada.
Dalam Ef 4:1-6,12-16, Paulus menuliskan beberapa nasehat agar jemaat yang telah dipanggil keluar, menjadi subah jemaat yang mempunyai kehidupan yang berpadanan dengan panggilan mereka. Nasehat dan tanggung jawab tersebut adalah menunjukkan kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan saling mengasihi. Keempat hal ini diharapkan dapat mereka terapkan kepada setiap jemaat dan lingkungan mereka. Paulus juga menekankan agar jemaat di Efesus mau terus belajar (menjadi murid) dengan bantuan Roh Kudus sampai jemaat mencapai kedewasaan yang penuh.
Dari surat Paulus di atas, terlihat bahwa seorang murid Kristus harus dapat menjadi saksi dan menjadi berkat bagi lingkungannya dimanapun berada. Menjadi murid Kristus diharapkan dapat menunjukkan identitas diri sebagai orang Kristen melalui perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan yang dikehendaki oleh Tuhan. Di samping itu, seorang murid Kristus harus dapat menjadi garan dan terang dunia (Mat13:16).

22 February 2008

Studi Kasus : MEMILIH SATU DI ANTARA DUA

MEMILIH SATU DI ANTARA DUA
(Ditinjau dari sudut Masa Percintaan Muda/i)


I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang


Penulisan ini berawal dari beberapa pemuda atau pemudi yang mencintai dua wanita (pria) yang berbeda, oleh karena itulah penulis memilih judul “Memilih Satu Di Antara Dua” yang ditinjau dari sudut Masa Percintaan Muda/i.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejauh mana cara menemukan solusi untuk memilih satu di antara dua.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi dua orang yang berbeda agar tidak terjadi pertengkaran atau rasa kebencian.


C. Manfaat
1. Bermanfaat sebagai penyelesaian masalah yang terjadi pada masa muda/i masa kini secara khusus dalam bidang percintaan
2. Bermanfaat bagi pembaca yang mengalami peristiwa dalam penulisan ini.


II. KERANGKA TEORITIS


A. Pengertian
Pertama sekali yang perlu kita ketahui Pengertian adalah Memilih Satu Di Antara Dua. Namun sebelumnya pengertian tersebut kita lihat dari kata per kata, yakni pengertian ‘Memilih’ dan ‘Satu di antara dua’.

Memilih berasal dari kata dasar ‘Pilih’, yang artinya membuat keputusan/ketetapan satu dari antara dua atau lebih dengan berbagai pertimbangan tertentu. 

Dengan demikian Memilih Satu di antara Dua adalah membuat keputusan/ketetapan satu dari antara dua dengan berbagai pertimbangan tertentu.

B. Makna “Cinta”

Kata ini sudah umum kita dengar baik dari anak-anak, remaja, pemuda/i sampai ke orang tua.

Dalam bahasa Inggris disebut Love. Jika kita lihat dalam kamus kata love diartikan cinta, kasih, sayang, dsb. Sekilas, orang Indonesia sering membedakan cinta dan kasih. Dalam bahasa Jerman disebut Lieβe, dalam bahasa Yunani disebut Philos, Ibrani disebut Ahav, Cina dan Jepang disebut Ai. Dalam bahasa Batak Toba disebut ‘Holong’.
Terkadang pemahaman banyak orang bahwa makna cinta itu sulit dipahami karena mengorbankan banyak hal. Kendati demikian cinta itu masih dapat diartikan. Jadi makna cinta adalah bentuk perasaan senang, tertarik, membutuhkan dari seseorang terhadap objek tertentu. Jadi bentuk cinta itu dapat dimaknai dengan merawat, memelihara, membutuhkan/dibutuhkan, membantu/dibantu. Walau demikian cinta itu tidak dapat dilihat dengan mata karena bentuknya abstrak. Namun yang dapat dilihat secara nyata atau kongkritnya adalah tindak-tanduk dari perasaan cinta itu yaitu beberapa hal pengorbanan (perasaan, waktu, materi, dan spiritual).

C. Makna dan Motivasi Berpacaran
Dalam berpacaran sering kali orang salah paham terhadap maknanya. Terkadang berpacaran itu dianggap sebagai pemuas nafsu seksualitas saja, atau hanya kesenangan belakang saja. Akan tetapi berpacaran itu adalah dua orang yang berbeda jenis kelamin yang bersatu atas dasar cinta kasih.
Berpacaran itu masih dibatasi oleh berbagai hal yang tidak boleh dilakukan. Baik agama atau norma lainnya telah mematok di mana batas pacaran.
Pacaran memang betul mengarah ke jenjang pernikahan akan tetapi apa yang dibutuhkan dalam pernikahan tidak semuanya dibutuhkan dalam berpacaran, misalnya kebutuhan seks.
Dan tidak seharusnya orang yang menjadi pacar menjadi pendamping hidupnya dalam pernikahan. Jika ada yang lebih baik boleh dipilih tentu dengan banyak pertimbangan dan resiko berat. Tetapi jangan disalahartikan berpacaran itu hanya sebatas bermain-main saja.
Perlu diketahui ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam berpacaran:
1. Selama berpacaran tidak boleh melakukan apa yang dilarang agama atau norma lain.
2. Dalam berpacaran dapat saling membantu sesuai dengan kemampuan dari ke-dua belah pihak.
3. Saling menghargai satu sama lain.
4. Mencium boleh saja tetapi tidak boleh mencium yang lain selain kening atau pipi. Akan jika bentuk ciuman itu disebabkan oleh nafsu segera atasi agar tidak terjadi dan merembes ke hal yang lebih parah lagi.
5. Berpacaran harus ada rasa pengorbanan. 

III. POKOK PERMASALAHAN
A. Latar Belakang Kasus
Mario (nama samaran) berusia 26 tahun telah 4 (empat) kali berpacaran, dan pada tahun ini dia berpacaran untuk yang ke-5 (lima) kali. Duka dan sukacita telah dialaminya selama 4 kali berpacaran. Masalah-masalah yang dihadapinya selama berpacaran 4 kali dapat diselesaikannya dengan baik tanpa ada rasa dendam di antara ke-dua belah pihak meski masalah itu sulit diatasi. Mario telah bekerja di salah satu instansi pemerintah daerah di Sumatera Utara, dan dia telah diminta oleh orang tua untuk menikah.
Namun pada tahun ini, Mario berpacaran dengan Christine (nama samaran) selama 4 bulan menjalani 5 bulan, tiba-tiba ia menemukan wanita yang bernama Roselia (nama samaran) yang lebih menyentuh hatinya.
Christine adalah wanita yang masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Sumatera Utara ini, yang dulunya juga tempat perkuliahan daripada Mario. Tempat tinggalnya tidak begitu jauh dari Mario. Christine sifatnya baik dan jujur, tetapi jika sudah menjadi pacar berarti tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Dan bisa-bisa dia akan membenci/dendam terhadap orang yang telah meninggalkannya.
Roselia adalah wanita yang sudah bekerja di salah satu instansi pemerintah daerah di Sumatera Utara ini. Dia bekerja setelah tamat dari SLTA sederajat. Dia itu baik dan ramah, dan untuk selanjutnya masih dalam penelitian, namun belum dapat diketahui apakah Roselia menyukai atau tidak terhadap Mario.
Mario satu organisasi dengan Christine di lingkungannya, yang hampir dua kali mengadakan pertemuan setiap minggunya, bahkan lebih dari dua kali. Mario juga satu organisasi dengan Roselia tetapi mereka merupakan utusan dari organisasi dari lingkungan masing-masing. Artinya, Lingkungan Mario (yang sama dengan Christine) disatukan dalam organisasi lagi dan Mario dan teman-teman lainnya menjadi utusan. Demikian halnya dengan Lingkungan Roselia, maka jadilah organisasi yang mempersatukan beberapa organisasi-organisasi lingkungan yang berbeda dalam satu wilayah. Mario dan Roselia hanya dapat bertemu sekali dalam satu Minggu.
Mario memang mencintai Christine, tetapi dia juga sangat mencintai Roselia. Kenapa itu terjadi? Mario telah menganalisa (belum sepenuhnya) bahwa Roselia telah membuat hatinya tersentuh, baik itu dari tutur katanya, tingkah lakunya dan penuh wibawa.
B. Kasus Yang Dihadapi
Kasus yang dihadapi adalah Mario lebih memilih untuk mencintai Roselia, tetapi tidak dapat memutuskan Christine begitu saja. Apalagi hubungan Mario dengan Christine sudah mendalam, karena orang tuanya telah mengenal Mario bahkan sudah sering ke rumahnya, dan selalu sama dalam organisasi di lingkungannya. Jika dia memilih Roselia berarti Christine akan membenci dirinya dan dia akan keluar dari organisasi di lingkungannya. Untuk berkata jujur Mario pun sulit melakukannya. Untuk menjadikan keduanya jadi pacar sulit dan tidak bisa dilakukan oleh Mario. Saudara/iku sekalian ingatlah, lebih mudah memilih satu di antara seribu dari pada memilih satu di antara dua.

C. Solusi Untuk Mengatasi
Sebelum penulis membuat solusi terhadap masalah ini atau menyimpulkannya, ada baiknya penulis menerima solusi dari para pembaca dengan menyimak tulisan di atas dan menjawab pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah Mario harus mempertahankan Christine sekali pun ia sangat mencintai Roselia?
2. Jika Mario memilih Roselia, bagaimanakah cara Mario untuk memutuskan Christine dengan baik-baik?
3. Kepada para pembaca wanita atau pria, jika anda adalah Christine, maukah anda rela diputuskan dan mendengar kejujuran Mario? Sebaliknya Jika anda Roselia, maukah anda mendengar kejujuran Mario dan menerima cintanya?
4. Kepada para pembaca wanita atau pria, jika anda adalah Mario mana yang anda pilih? Ingat, untuk mengatasi masalah ini jangan sampai Mario harus membohongi hatinya atau kedua orang tersebut!
Terima kasih kepada anda yang akan membeikan jawaban pasti terhadap masalah ini.
By : Marada Hutalung
Tarutung, 23 Mei 2007
Tarutung, 28 Mei 2007 (revisi)


Pengunjung

Flag Counter