Illustrasi Victory News-NTT; Foto Yoyarib. |
Kehadiran iklan produk Lifebuoy di berbagai media massa baik itu stasiun televisi dan media cetak, tak kalah juga di media sosial (dunia maya), terutama youtube dengan mudah dapat dinikmati oleh semua pembaca. Kehadiran iklan ini juga mengundang rasa simpatik masyarakat luas di seluruh pelosok nusantara akan keadaan Nusa Tenggara Timur (NTT) karena kemasan iklan yang menyampaikan kepada publik soal harapan hidup dari anak NTT sangat kritis sejak lahir hingga umur 5 tahun. Menurut iklan ini anak-anak NTT pada umur balita sering tidak mencuci tangan, kondisi ini membuat mereka rentan terhadap kuman yang mengakibatkan diare sehingga meninggal dunia.
Iklan sabun Lifebuoy adalah salah satu produk dari PT. Unilever Indonesia Tbk yang keberadaannya di Indonesia sudah ada sejak 1933, yang sebelumnya bernama Zeep fabrie ken N.V. Lever yang sesuai akta notaries berkedudukan di Batavia. Unilever sebenarnya adalah perusahaan asing yang didirikan sejak tahun 1930 dan berkedudukan di London (Inggris) dan Rotterdam (Belanda), Unilever dibentuk oleh perserikatan pembuat sabun di Inggris dan seorang produsen margarine di Belanda. Kemungkinan PT. Unilever Indonesia didirikan oleh VOC karena masa itu Indonesia kekuasaan ditangan penjajahan Belanda. NTT menjadi orientasi dari para perusahaan asing untuk menjalankan CSR-Project-nya (Corpoorate Social Responsibility).
“Kampanye Tangan Bersih” yang di lancarkan Lever Brothers pendiri Unilever sudah dilakukan sejak 1926, di mana mendorong orang untuk mencuci tangan; “sebelum sarapan, sebelum makan malam dan setelah bersekolah.” Dengan mengajarkan kebajikan akan kesehatan dan kesadaran terhadap kuman, kampanye ini menanamkan merek perusahaan ke dalam pikiran anak-anak dan orang tua mereka (Jonathan Mantle; Esensi Erlangga Group; 2008).
Sebelumnya Danone sudah hadir di NTT dengan iklan Aqua dan pesannya dalam iklan tersebut adalah membantu pengadaan pipa air bersih agar memudahkan akses air bersih bagi masyarakat, sebuah taq line yang melekat kuat pada masyarakat yakni “sekarang sumber air su dekat”, iklan ini mampu membuat semua orang mengenangnya bahkan tak cukup daerahnya yang dikenang tetapi warga NTT yang bermukim di Jawa dan pulau di luar NTT sering mendapatkan sapaan cukup dengan taq line “sumber air su dekat”. Danone adalah perusahaan asing yang memiliki sejumlah produk makanan dan minuman yang juga memiliki cabang di Indonesia, sedangkan Danone memiliki kantor berpusat di Perancis.
Logika pasar sederhana yang terbangun, setelah sudah tersedia air seperti yang diiklankan Danone melalui produk Aqua, maka manusia butuh sabun untuk mandi dan menucuci tangan sebagaimana yang diiklankan oleh Unilever melalui produk Lifebuoy, tentunya setelah iklan Lifebuoy maka ada kemungkinan ada CSR-Project yang dihadirkan melalui iklan produk lain seperti closet untuk kebutuhan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Pola ini akan berkelanjutan dan dapat dilakukan oleh berbagai perusahaan dengan melihat isu yang bisa di jual dan memiliki keterkaitan dengan isu sebelumnya, tema besarnya adalah “kekurangan atau kemiskinan” sehingga dengan alasan CSR-Project yang diharuskan oleh pemerintah bagi seluruh perusahaan yang di atur dalam Peraturan Pemerintah tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pasal 74 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Perusahaan selalu memiliki orientasi yakni meraup keuntungan, walaupun ada keharusan oleh pemerintah untuk menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungannya tetapi mereka selalu mempertimbangkan kompensasi keuntungan ini. Sebagian warga NTT tentunya senang karena mendapatkan bantuan kemanusiaan bahkan senang karena mendapatkan kesempatan untuk membintangi iklan tersebut. Tetapi efek lain dari iklan ini adalah tetap berharap meraup keuntungan yang sangat besar dari iklan ini sebagaimana telah diungkapkan pada alinea sebelumnya yang diungkapkan oleh Jonathan Mantle bahwa “Kampanye Tangan Bersih” bertujuan untuk menanamkan merek perusahaan ke dalam pikiran anak-anak dan orang tua. Topik kampanye Unilever ini melihat NTT dengan kondisi daerah yang sudah di iklankan oleh Danone melalui produk Aqua menjadi obyek yang menarik untuk dilanjutkan oleh Unilever.
Persoalan yang telah diutarakan di atas menghadirkan pertanyaan besar, di mana posisi Pemerintah Daerah dalam iklan Lifebuoy ini? apakah pemerintah daerah tidak mengetahui akan proses pembuatan iklan ini ataukah ada Perjanjian kerjasama yang dilakukan antara Pihak III (Unilever, Danone) yang dilakukan dengan pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah turut serta dalam proses iklan Lifebboy ini maka tentunya ada klausul-klausul yang disepakati dalam perjanjian kerjasama ini. Sehingga ada hitung-hitungan keuntungan yang harus di “share” dengan masyarakat NTT. Jangan hanya karena merasa ada keberuntungan ibarat “durian runtuh” sesuatu yang tidak diharapkan tetapi memberikan keuntungan maka dibiarkan saja pihak III menjalankan project ini tanpa ada kontrol atau sepengetahuan Pemda.
Pemerintah Daerah Seharusnya Wasit Tetapi Berperan Sebagai Penonton
Pemda sangat diharapkan turut serta memiliki peran kontrol tentang kehadiran pihak III, karena dalam iklan tersebut menayangkan keberadaan sebuah daerah dengan melibatkan peta geografis sebuah wilayah secara jelas kepada publik luar, serta melibatkan aparat pemerintah desa iklan Aqua, anak-anak sekolah dalam iklan Lifebuoy. Mengapa Pemda sangat diharapkan peran sertanya karena hal ini dikarenakan peliputan ini berkaitan dengan pembuatan iklan yang memiliki orientasi bisnis yakni keuntungan. Berbeda dengan peliputan demi kebutuhan pers sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah daerah tidak perlu melakukan ijin atau kerjasam sebelumnya.
Kemungkinan kerjasama dengan Pemda apabila dilakukan antara Pihak III (Aqua dan Lifebuoy) tentu ada hitung-hitungan yang perlu diketahui oleh masyarakat NTT, atau dipublikasikan kepada publik terutama masyarakat NTT. Perlunya kerjasama dilakukan antara Pemda dan Pihak III ini sangat perlu mengingat CSR-Project tersebut adalah wujud dari Peraturan Pemerintah. Ketakutan terbesar adalah adanya kesepakatan di bawah tangan dengan Pemda yang dilakukan dengan hanya memberikan amplop permisi saja.
Arah Tendangan Bola Liar
Orientasi keuntungan yang dibangun oleh iklan ini tentu berdampak sangat besar, apabila ada kerjasam yang jelas dengan pihak III maka bisa dilakukan hitung-hitungan, sebelum iklan ini ditayangkan di media massa, berapa omzet yang di peroleh oleh pihak Lifebuoy-Unilever, kemudian dibandingkan setelah sekian bulan, setelah iklan ini ditayangkan di media massa berapa keuntungan yang di peroleh produk ini.
Kondisi alam dan masyarakat yang diambil gambar kondisi wilayah dan masyarakatnya dengan moment dalam iklan tersebut sudah menjadi keuntungan yang sangat besar bagi masyarakat publik karena sudah mempengaruhi pemikiran mereka tentang NTT yang diidentikan dengan iklan Lifebuoy dengan keterbelakangan serta harapan hidup yang kritis sehingga keuntungan Lifebuoy-Unilever sudah dengan sendirinya, pada tataran ini saja sudah seharusnya masyarakat mengetahui berapa besar peran CSR-project itu bagi masayarakat NTT. Ketakutan arah Bola liar ini yakni iklan yang begitu memukau dan mempengaruhi psikologi masyarakat yang cakupannya cukup luas, bahkan terbangun stigma khusus bagi warga NTT tetapi kompensasinya hanya pada Desa Tobe semata, maka wajarlah ada kelompok masyarakat yang menolak akan konten iklan ini.
Sumber :
- Penulis Sendiri via E-mail.
Penulis bernama Yoyarib Kannutuan Mau, Mahasiswa Ilmu Politik - FISIP Universitas Indonesia.
Lihat profil Yoyarib di jaringan :
Lihat profil Yoyarib di jaringan :
Facebook : klik Yoyarib Kannutuan Mau
Twitter : klik @Yoyarib
Blog : klik kannutuan.blogspot.com
Semoga bermanfaat dan terima kasih.