Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

08 November 2011

Profil Sekolah Bibelvrow HKBP Laguboti


Sekolah Bibelvrouw HKBP Laguboti berlokasi di Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara, merupakan salah satu dari peguruan tinggi milik HKBP.


Sejarah Sekolah Bibelvrouw HKBP

Sekolah Bibelvrouw HKBP berdiri pada tahun 1934, di Kutacane, Tanah Alas, di Narumonda yang dipimpin oleh Zuster Elfrieda Harder, dan pada tahun 1938 dipindahkan ke Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara.

Pada tahun 1935 merupakan penahbisan Bibelvrouw HKBP Pertama.

Pada tanggal 9 April 1965 Asrama Bibelvrouw di Sinaksak Pematangsiantar dimulai pemakaiannya, dan diresmikan pada tanggal 9 Juli 1967.

Pada tahun 2008 adalah Peletakan Batu Pertama Pembangun Perpustakaan Sekolah Bibelvrouw HKBP Laguboti.

Direktur Sekolah Bibelvrouw sekarang (2011) adalah Pdt. Ebsan B. Hutabarat, M.Th


Pengertian, Fungsi Bibelvrouw dan Kurikulumnya

Bibelvrouw berasal dari dua kata yakni Bibel dan Vrouw (bahasa Belanda), yaitu perempuan yang mengajar Alkitab, atau pengertian lain adalah Penginjil Wanita.

Sesuai dengan pengertiannya, Bibelvrouw berfungsi sebagai Penginjil Wanita yang siap melayani para jemaat dalam bidang kerohanian dan siap membantu pekerjaan pendeta dan pelayan gereja.

Mahasiswi Sekolah Bibelvrouw HKBP Laguboti juga mempelajari ilmu teologi seperti Sekolah Tinggi Teologi, namun lebih mengutamakan teologi pratika yakni penginjilan, pembinaan, dan lain sebagainya, sedangkan jenjang pendidikannya setara dengan Diploma III (D.III).

Refrensi :

08 August 2011

Profil Singkat STGH HKBP Seminarium Sipoholon

STGH atau Sekolah Tinggi Huria HKBP Seminarium Sipoholon merupakan salah satu kampus yang bernuansa kerohanian yang dikhususkan untuk menjadi Guru Jemaat atau Guru Huria dalam melayani di beberpa gereja Kristen Protestan terutama di gereja-gereja yang beraliran Lutheran, namun diutamakan di gereja HKBP, karena STGH adalah salah satu dari beberapa perguruan tinggi milik HKBP (Huria Kristen Batak Protestan).

Sekolah Tinggi Huria HKBP Seminarium Sipoholon berlokasi di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, yang berdekatan dengan kampus Sekolah Pendeta HKBP Seminarium Sipoholon.

Pada awalnya nomenklatur dari perguruan tersebut adalah Sekolah Guru Huria (SGH) HKBP, yang setara dengan Sekolah Tingkat Atas (SLTA) sederajat. Namun perguruan tersebut sempat vakum di beberpa tahun yang lalu sebelum tahun 1946, dan pada tahun 1964 itu juga SGH kembali dibuka. Selanjut di beberapa tahun yang lalu setelah jenjang SGH disetarakan dengan Pendidikan Diploma III (D.III).

Pada abad milenium ini, sekitar tahun 2007 sekolah tersebut berubah nomenklatur menjadi Sekolah Tinggi Guru Huria HKBP dan juga berubah jenjang setara dengan Pendidikan Diploma IV (D.IV).


Fungsi dan Program Studi STGH

STGH adalah suatu tempat persamayan bagi orang yang terpanggil secara rohaniah dan menjadi suatu tempat pembibitan untuk menjadi seorang pelayan yang baik, bermutu dan berkualitas, dan mampu mengembangkan kehidupan yang harmonis di jemaat nantinya.

Program studi STGH hampir mirip dengan Program Studi Sekolah Tinggi Teologi (STT), yakni sama-sama mempelajari ilmu teologi (tidak sepenuhnya mendalami ilmu teologi), akan tetapi program studinya lebih dominan ke praktika seperti Missiologi, Liturgika, musik, musik, gerejawi, manajemen/administrasi gereja, dan lain-lain.

Mahasiswa STGH dididik untuk menjadi Guru Jemaat/Huria sekaligus menjadi perpanjangan tangan Pendeta dalam melakukan pelayanan nantinya.

Refrensi :

12 April 2008

Psikologi Perkembangan : PERANAN DAN HUBUNGAN REMAJA

PERANAN DAN HUBUNGAN REMAJA
DENGAN SEKITARNYA

BAB I. P E N D A H U L U A N
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak mempengaruhi diri atau karakteristik sosial. Pada masa remajalah berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai inidividu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini mendorong remaja untuk berperan dan berhubungan dengan lebih akrab terhadap sekitarnya, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.


BAB II. P E M B A H A S A N
A. Keluarga
Hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap usia, terlebih selama masih remaja karena pada saat itulah anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman. Baik atau buruknya Hubungan remaja dengan keluarga dapat mempengaruhi dirinya dalam pergaulan sehari-hari di luar rumah.
Orang tua merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri anak. Pola hubungan antara orang tua dengan remaja akan mempunyai pengaruh terhadap penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain:
a. Menerima (acceptance), yaitu situasi hubungan di mana orang tua menerima anaknya dengan baik. Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
b. Menghukum dan disiplin yang berlebihan, merupakan pola hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menguntungkan.
c. Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan, dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung dan sebagainya.
d. Penolakan, yaitu pola hubungan di mana orang tua menolak kehadiran anaknya. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri.
Di samping orang tua, anggota-anggota keluarga lainnya (saudara-saudaranya) juga memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri si anak. Bila suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik. Apabila sebaliknya akan menimbulkan suasana yang buruk (misalnya kebencian, iri hati, perselisihan, dan sebagainya).
Umumnya peran remaja dalam keluarga tidak begitu diperhatikan oleh orang tua dan sauadara yang lebih tua darinya. Baik atau tidaknya peran remaja dalam keluarga itu dipengaruhi oleh pola hubungan keluarga terhadap dirinya. Agar karakteristik sosial remaja itu baik di lingkungan keluarga maka ia harus memperhatikan dan melakukan hal-hal yang baik dan benar, antara lain:
a. Menjalin hubungan yang biak dengan para anggota keluarga (orang tua dan saudara);
b. Menerima otoritas orang tua (mau menaati peratuaran yang ditetapkan orang tua);
c. Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan (norma) keluarga;
d. Berusaha membantu anggota keluarga sebagai individu maupun kelompok dalam mencapai tujuannya.
B. Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidu[pan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Di samping itu hasil pendidikan yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian di masyarakat.
Di lingkungan sekolah, anak (remaja) harus bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah; berpartisapasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah; menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah; bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah dan staf lainnya; dan membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya.
C. Teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya; dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.

D. Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat di mana individu merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Dalam lingkungan masyarakat remaja diperhadapkan untuk mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain, memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain, bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain, dan bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.


BAB II. K E S I M P U L A N
Bagimana anak (remaja) berperan terhadap lingkungan sekitarnya tergantung kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Agar dapat mengikuti atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, anak harus memperhatikan situasi yang berkembang di sekitarnya.
~ ~ ~ o 0 o ~ ~ ~

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN: GERAKAN PEMBAHARUAN PENDIDIKANESENSIALISME DAN PERENNIALISME

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN:
GERAKAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN
ESENSIALISME DAN PERENNIALISME
A. Esensialisme
1. Orientasi umum
a. Batasan
Esesensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresisvisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut Esesensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.
b. Karakteristik
Ciri-ciri Filsafat Pendidikan Esesensialisme, yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spesies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan, tidak pernah merupakan pemberian.
4) Esesensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah. Apabila terdapat sebuah pertanyaan di masa lampau tentang jenis teori pendidikan yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka pertanyaan tersebut tidak ada lagi pada hari ini.
2. Tokoh Bagley (1874-1946)
a. William C. Bagley lahir di Detroit. Ia memasuki Universitas Negeri Michigan, danUniversitas Wisconsin, dan menerima gelar Doktor dari Universitas Cornell tahun 1900. setelah mengajar di sekolah umum dan sekolah guru di Illinois dan mengajar di Universitas Illinois, dalam tahun 1917 ia mengajar di Sekolah Tinggi Guru (Teachers College) di Universitas Columbia selama lebih dari 20 tahun, dan pensiun dalam tahun 1940.
b. Dalam perjalanan karirnya, ia menyunting Jurnal Asosiasi Pendidikan Nasional (Journal of the Nationa Education Assiation), dan penerbitan berkala serta menjabat sebagai Presiden Dewan Nasional (NEA’s Naitional Council of Education).
3. Dasar Filosofis
Esesensialisme merupakan gerakan pendidikan yang bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme. Meskipun kaum Idealisme dan kaum Realis berbeda pandangan filsafatnya, mereka sepaham bahwa:
a. hakikat yang mereka anut memberi makna pendidikan bahwa anak harus menggunakan kebebasannya, dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu dirinya sebelum dia sendiri dapat mendisiplinkan dirinya; dan
b. Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi muda perlu belajar untuk mengembangkan diri setinggi-tingginya dan kesejahteraan sosial.
4. Teori Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur ayng inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
b. Metode Pendidikan
1) Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
2) Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode-metode tradisional yang tepat.
3) Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas; dan penguasan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.
c. Kurikulum
1) Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang pokok.
2) Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada pengembangan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.
3) Kurikulum Sekolah Menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu kealaman, humaniora, serta bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap mata-mata pelajaran tersebut dipandang sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan umum yang diperlukan untuk dapat hidup sempurna. Studi yang ketat tentang disiplin tersebut akan dapat mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang sama membuat mereka menyadari dunia fisik yang mengitari mereka. Penguasaan fakta dan konsep-konsep pokok dan disiplin-disiplin yang inti adalah wajib.
d. Pelajar
Siswa adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berpikir.
e. Pengajar
1) Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
2) Gruru berperanan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan-gagasan.
B. Perennialisme
1. Orientasi Umum
a. Batasan
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap gerakan Pendidikan Prigresivisme yang mengingkari supernatural. Perennialisme adalahgerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut.
b. Karakteristik
Robert M. Hutchins merangkum tugas pendidikan sebagai berikut : Pendidikan mengandung mengajar. Mengajar mengandung pengetahuan. Penegtahuan adalah kebenaran. Kebenaran, di mana pun adalah saqma. Karena itu pendidikan di mana pun seharusnya sama.
2. Tojoh Hutchins
a. Hutchins adalah juru bicara utama bagi filsafat kaum Perennialisme di Amerika dan sebuah semua kritik yang penting tentang praktek pendidikan, khususnya pendidikan di perguruan tinggi, selama paruh pertama abad 20. Ia merasakan kekacauan dalam pendidikan tinggi disebabkan oleh tiga kelompok utama dalam masyarakat, yaitu:
1.) kecintaan pada uang.
2.) Suatu konsep yang keliru tentang demokrasi, dan
3.) Suatu gagasan yang keliru tentang kemajuan.
Ia terutama menentang kecenderungan mengidentifikasi kemajuan dengan akumulasi yang tepat tentang informasi. Dalam pendekatan semacam ini, pengahargaan terhadap fakta secara logis mendorong pada pengajaran tentang fakta–tetapi ia beragumentasi bahwa fakta tidak selamanya berlaku, dan berdasarkan generasi geometris tentang fakta baru yang berkembang cepat, bagaimanakah usul kita menangani hal tersebut? Ia berpendapat bahwa akan jauh lebih berarti apabila mengutamakan belajar di sekolah dengan belajar pemikiran klasik dan intelektual, yang merupakan kekuatan dan hal yang penting dari akal pikiran manusia.
b. Ketika
Ketika menjadi Presiden Universitas Chicago (1929-1945), sebuah posisi yang diraihnya pada usia 30 tahun, Hutchins berbuat banyak hal untuk memajukan gerekan pendidikan liberal. Ia menghapuskan kelompok-kelompok persaudaraan, sepak bola, wajib hadir, dan sistem kredit. Ia merasa bahwa belajar untuk belajar itu sendiri dirusak oleh konsep universitas yang hanya mempersipakan mahasiswanya untuk bekerja. Penekanan pada kemajuan ini membuatnya sangat merendahkan pendidikan “Melatih” seorang anak muda hanya untuk melakukan suatu tugas yang rendahan seperti: konsmetologogi, montir mobil, atau perbaikan TV, dan ini atas biaya suatu pendidikan, jumlah seluruhnya, hanya untuk merendahkan sifat manusia. Ia meyakini yang sebaliknya, bahwa universitas harus menyediakan suatu pendidikan liberal dan pelatihan praktis tersebut hendaknya terjadi di lembaga-lembaga teknis. Dalam masa menjadi presiden di Universitas Columbia, ia menulis dan memberikan kuliah. Ia mengunggulkan prestasi intelektual dan menegakkan perlunya melestarikan tradisi pemikiran Barat secara akademis.
3. Dasar Filosofis
Orientasi pendidikan dari Perennialisme adalah Scholastisisme atau Neo-Thomisme, yang pada dasarnya memandang kenyataan sebagai sebuah dunia akal pikiran dan Tuhan, pengetahuan yang benar diperoleh melalui berpikir dan keimanan, dan kebaikan berdasarkan perbuatan rasional.
4. Teori Pendidikan
a) Tujuan pendidikan
Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena kebenaran-kebenaran tersebut universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui:
1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran, dan
2) Latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spritual.
b) Metode Pendidikan
Latihan mental dalam bentuk diskusi, analisis buku melalui pembcaan buku-buku tergolonmg karya-karya besar, buku-buku besar tentang peradaban Barat.
c) Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran, dan cenderung menitikberatkan pada: sastra, matematika, bahasa, dan humaniora, termasuk sejarah. Kurikulum adalah pendidikan liberal.
d) Pelajar
Makhluk rasional yang dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia dunia biologis.
e) Pengajar
1) Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegitan belajar-mengajar di kelas.
2) Guru hendaknya orang yang telah menguasai suatu cabang, seorang guru yang ahli (a master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
Mudyahardjo, Redja, “PENGANTAR PENDIDIKAN”, PT Raja Grafindo, Jakarta 2002,-

Bahan Ajaran PAK-4 : “BATAS – BATAS BERPACARAN”

BATAS – BATAS BERPACARAN
Segala sesuatu yang kita lakukan tentunya memiliki batas-batas tertentu, tidak boleh asal dilakukan. Dalam hal berteman atau bersahabat juga memiliki batas-batas tertentu. Demikian hal dengan berbapacar, juga ada batas-batasnya. Batas-batas itu tentunya sangat bervariasi dari tempat ke tempat, dari suku ke suku. Namun pada umumnya ada kesepakatan bahwa dalam berpacaran sedikit banyak sudah ada janji untuk saling mengikat diri dengan pasangannya. Ini berarti mulai ada keterbatasan pergaulan dalam diri mereka yang sudah mulai berpacaran.
1. Batas-Batas Pacaran
Orang yang terbuka hantinya dan menyadari cinta-kasih Ilahi, ingin memberikan tanggapan dalam semangat cinta. Bagaimana ia dapat memberikan tanggapan yang berarti, jika ia tahu Tuhan tidak membutuhkan sesuatupun? Yohanes memberikan cara sebaiknya : “Apakah cinta itu?” Kita mengenal dari kenyataan bahwa Yesus telah menyerahkan nyawanya untuk saudara-saudaranya..., “Saudara-saudara yang terkasih, hendaklah kita cinta-mencintai, karena cinta kasih berasal dari Tuhan”. Barang siapa mencintai, dia lahir dari Tuhan dan dia mengenal Tuhan. Sebab, Tuhan adalah cinta kasih..., “... tak seorangpun melihat Tuhan tetap di dalam kita dan cinta kita akan Dia menjadi sempurna” (1 Yoh 3:16; 4:7-12).
Pacaran bagi orang Kristen ditandai dengan :
- Proses peralihan dari subjective love ke objective love
Subjective love yaitu kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulir orang yang menerima. Tidak memperhitungkan apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh sipenerima. Sedangkan objective love memberi sesuai dengan apa yang baik yang benar-benar dibutuhkan sipenerima yang positif yang memang menjadi hak dan miliknya (bnd Kej 20:5; Israel milik Allah). Pacaran muda/i Kristen harus ditandai dengan jealous love. Mereka tidak boleh menuntut sesuatu yang bukan atau belum menjadi haknya (misal : hubungan seksual).
- Proses peralihan dari romantic love ke real love
Romantic love adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa “kehidupan ini manis semata-mata”. Muda/i yang berpacaran biasanya terjerat pada romantic love mereka semata-mata menikmati hidup ini sepuas-puasnya tanpa mempertanyakan realitanya. Pacaran adalah persiapan pernikahan, oleh karena itu pacaran Kristen tidak mengenal “dimabuk cinta”. Pacaran Kristen boleh dinikmati tetapi harus berpegang kepada hal-hala yang realistis (Yoh 3:3; Amsal 1:7; Kid 8:7).
Isi dan pusat dari pacaran tidak lain adalah aktivitas nonton, jalan-jalan, duduk berdampingan, dsb, sehingga sepuluh tahun pun tetap merupakan dua pribadi yang tidak saling mengenal. Sedangkan pacaran orang-orang Kristen berbeda, artinya juga bisa berekreasi dan sebagainya, tetapi isi dan pusatnya bukan pada rekreasi itu sendiri tetapi pada dialog, yaitu interaksi dua pribadi secara utuh, sehingga hasilnya adalah suatu pengenalan yang benar dan mendalam.
- Proses peralihan dari sexual oriented ke personal oriented
Pacaran orang Kristen bukanlah saat untuk melatih atau melampiaskan kebutuhan seksual. Orientasi kedua insan tersebut, bukanlah pada hal-hal seksual, tetapi sekali lagi seperti yang telah disebut di atas, yaitu pada pengenal pribadi yang mendalam. Jadi, masa berpacaran tidak lain daripada masa persiapan pernikahan. Oleh karena itu, pengenalan pribadi yang mendalam adalah “keharusan”.
Dalam bagian ini, kita diperhadapkan dengan satu pertanyaan, “Apakah dalam masa pacaran boleh ada keterlibatan seksual?” Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu ditanyakan dulu apa pengertian seks menurut ajaran Kristen. Seks adalah bagian dari pernikahan resmi. Oleh karena hubungan yang secara resmi sudah dipersatukan dan dipermuliakan serta mengembangkan kesatuan tersebut. Dengan tujuan procreation (berketurunan) maupun tujuan pemeliharaan kesatuan itu sendiri.
Alkitab tidak mengajarkan pengertian seks semata-mata sebagai alat kelamin. Alkitab menyaksikan bahwa seks menunjukkan kepada keberadaan manusia seutuhnya. Manusia diciptakan sebagai makhluk seks (sexual being), laki-laki dan perempuan yang berbeda satu sama lain (Kej 2; 18–25). Bukan hanya alat kelamin dan emosi yang menyertainya, tetapi seutuhnya termasuk cara berpikir, tingkah lakunya, ekspresi dirinya. Sebagai sexual being manusia laki-laki berbeda dengan perempuan. Dalam pengertian ini keterlibatan seks tidak mungkin dihindari. Karena setiap interaksi laki-laki dan perempuan selalu interaksi dari dua sexual being yang berbeda. Suatu interaksi dan keterlibatan seks yang tidak selalu menimbulkan sexual arousal (rangsangan pada alat kelamin).
Oleh karena itu, apabila keberadaan dari pacaran adalah persiapan menuju pernikahan, maka pacaran tidak sama dengan pernikahan. Ada hal-hal yang menjadi bagian dari pernikahan yang tidak boleh ada dalam pacaran, termasuk hubungan seksual.

Bahan Ajaran PAK-3 : “PACARAN MENURUT IMAN KRISTIANI”

PACARAN MENURUT IMAN KRISTIANI
Pacaran merupakan masa perkenalan antara dua pribadi secara khusus yang mengarah pada pernikahan. Disebut secara khusus oleh karena berpacaran bukan hanya sekedar perkenalan. Ada unsur-unsur tertentu yang seharusnya diak ada dalam masa perkenalan secara umumnya yang harus ada pada masa berpacaran. Dua pribadi yang berlawanan jenis kelamin itu mengambil sikap untuk mengkhususkan hubungan antara mereka berdua. Meningkatkan hubungan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu pernikahan. Oleh karena itu, alangkah baiknya kita melihat dan mengetahui apa yang dimaksud dengan berpacaran.
PENGERTIAN BERPACARAN
1. Pengertian Secara Umum
Dalam Kamus Besar Bahsa Indonesia, kata berpacaran berasal dari kata dasar pacar (teman lawan jenis yang biasanya menjadi tunangan, kekasih). Berpacaran berarti bercintaan, berkasih-kasihan. Berpacaran merupakan hubungan dua orang yang berbeda jenis kelamin berdasarkan cinta. Berpacaran memiliki ciri khas yaitu perasaan yang eksklusif (ada perasaan : “Dia khusus bagi saya dan saya khusus bagi dia). Perhatian terhadap orang lain tidak sama dengan perhatian terhadap pacar.
Menurut Hardjana, “Pacaran adalah usaha untuk memadukan dua pribadi yang berbeda yang bertujuan agar pasangan pacara mendapatkan kesempatan untuk saling mengenal lebih mendalam dan saling membina kecocokan yang kemudian dilanjutkan ke jenjang yang didasarkan pada cinta.”
Dari hal di atas maka dapat dipahami bahwa secara umum pengertian berpacaran adalah suatu usaha memadukan dua “hati” untuk dilanjutkan ke jenjang pernikahan yang didasarkan pada cinta-kasih.
2. Pengertian Menurut Iman Kristen
Konsep kehidupan orang Kristen berbeda dengan orang-orang lain. Kehidupan orang Kristen adalah kehidupan dalam anugerah untuk mengambil bagian dalam rencana karya penyelamatan Allah dalam tuhan Yesus Kristus. Kehidupan yang bertujuan untuk mengerjakan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelum dunia diajadikan (Efesus 2:10). Oleh karena itu, bagi orang Kristen bahwa pergaulan, pacaran, dan pernikahan tidak lain dari proses kematangan hidup untuk semakin dipersiapkan, memikul dan mengerjakan pekerjaan baik yang sudah disiapkan Allah.
Dalam Kekristenan pacaran disebutkan sebagai suatu masa perkenalan antara dua pribadi yang menjadi satu kesatuan tubuh dalam kasih dan iman yang sungguh kepada Allah (bnd Kej 2:24; 1 Kor 7:1-16). Pacaran bukanlah sekedar perkenalan saja, melainkan suatu hubungan yang mengikat dua pribadi menjadi satu keutuhan yang menuju kepada pernikahan kudus (bnd Mat 19:6a).
Setiap orang akan selalu berusaha mencari orang yang terbaik untuk dijadikan pacar. Seorang laki-laki hendaklah mencari pacar seorang wanita, dan sebaliknya hendaklah seorang wanita mencari pacar seorang pria. Namun yang menjadi pertanyaan : “Apa yang membuat dua jenis manusia itu saling tertarik satu sama lain? Manusia adalah makhluk jasmani dan rohani. Awal ketertarikan dapat dimulai dari segi jasmani atau rohani dan perlu diketahui sulit sekali menetapkan usia berapa tahun dapat berpacaran. Seorang pria dapat tertarik kepada seorang wanita karena kecantikan, kesabaran, kelemahlembutan atau kegigihannya. Dengan berpacaran dua individu berusaha saling mengasihi dan mencintai untuk kemudian dipersatukan sekalipun memiliki rentan usia yang jauh. Baik tua maupun muda tidak lepas dari usa cinta-mencintai.”
Dalam berpacaran ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu :
- Tahap Perkenalan : suatu tahapan di mana dua pribadi berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Bagi pria dan wanita yang sudah saling kenal sebelumnya, proses saling mengenal itu lebih cepat.
- Tahap Penjajakan : pria dan wanita saling berusaha untuk mengenali kebiasaan, dan sifat-sifat. Dari situ mereka dapat saling mengetahui apa mereka beruda saling tertarik dan mau saling berhubungan lebih dekat.
- Tahap Pendekatan : kedua individu berusaha untuk saling menerima satu sama lain, yang akhirnya menampakan ada rasa ingin lebih dekat lagi.
- Tahap Kesepakatan : hubungan kedua individu yang berlainan tersebut bukan lagi sekedar kenal, bukan lagi sekedar bersahabat, melainkan melangkah dalam kesepakatan untuk menikah.
Akan tetapi dalam hubungan berpacaran, seringkali anak-anak remaja jatuh ke dalam dosa seks. Dengan kata lain melakukan seks di luar nika. Berbuat seoalh-olah sudah suami istri, atau menganggap “dunia ini milik kita berdua” dan kurang memperhatikan teman-teman lain yang ada di sekitarnya. Selain itu dalam berpacaran sering juga terhalang karena faktor orang tua tidak setuju, misalnya karena perbedaan suku/budaya, adanya perbedaan pendidikan. Oleh karena itu dalam berpacaran perlu adanya keterbukaan dan pengenalaan yang lebih mendalam lagi mengenai latar belakang seseorang yang akan dijadikan pacar. Selain itu terdapat juga masalah-masalah yang lebih khusus lagi, misalnya cemburu. Hal itu boleh saja terjadi untuk menandakan ada rasa cinta. Tetapi jika berlebihan akan mengakibatkan hal yang sangat fatal. Saling menerima satu sama lain, bukan yang didasarkan pada nafsu (cinta erotis) melainkan didasarkan pada kasih Ilahi.


Pengunjung

Flag Counter