16 January 2009

Inilah Kisah Hidupku

Mohon maaf kepada pembaca, tulisan ini bukanlah menceritakan tentang suatu kehebatanku, melainkan aku ingin curhat kepada saudara/i yang karena aku tidak tahu kepada siapa aku harus mengadu. Aku tahu itu bisa disampaikan kepada Tuhan, tapi apa salahnya aku bercerita kepada semua orang tentang kehidupanku.

Hidup ini memang penuh dengan tantangan, ancaman, hambatan, dan juga perlawanan. Perlu diketahui, yang harus dihadapi itu adalah masalah atau penderitaan. Tentu, hidup itu tidak akan berarti jika tidak ada masalah / penderitaan dalam kehidupan kita sehari-hari. Hidup itu tidak menoton terus; hidup kita akan salalu berubah-ubah atau dinamis. Suatu waktu dalam hidup kita bisa merasakan duka/sukacita atau mengalami kebahagiaan, kesedihan, dan sebagainya.
Demikian juga dengan hidupku (Buttu Marada Hutagalung, S.Th) yang terkadang mengalami duka dan sukacita.
Sebenarnya aku bersyukur terhadap keterampilan, talenta yang telah diberikan Tuhan kepadaku. Namun aku sering dan menyesal terhadap keterampilan/talenta yang telah diberikan kepadaku. Karena kebanyakan orang-orang lain memanfaatkannya demi pribadi mereka masing-masing dari pada aku sendiri yang memanfaatkannya.

Sebagai contoh, aku punya keahlian di bidang komputer (hard/software) walau tak seberapa, yang seharusnya bisa kumanfaatkan untuk mencari uang/harta dan kebahagiaan. Tapi, aku tak bisa. Aku tidak tega melihat orang minta bantuan kepadaku apalagi sampai memelas. Padahal belum tentu orang tersebut mau memberi penghargaan berupa pelepas dahaga (uang rokok) atau pun ucapan terima kasih. Aku melakukan itu bukan karena aku lebih hebat/jago dari orang lain. Tapi aku lakukakan itu karena atas perasaan hatiku sendiri.
Contoh lain, musik adalah talentaku seperti membuat lagu (apa saja), arransemen lagu, bernyanyi, mengajar koor, bermain alat musik (gitar, keyboard/piano/organ, recorder, harmonika), mengkomposisi musik dengan komputer (aplikasi musik synthizer). Tapi juga tidak bisa kumanfaatkan atau kuandalkan untuk kebahagiaan hidupku sendiri. Sebagai catatan, biasanya orang yang memiliki talenta musik akan selalu bahagia, apalagi para anak gadis akan kecantol. Ah...! Masa...? Kenapa aku tidak bisa memanfaatkanya dengan baik...?
Aku memang tidak bisa mengandalkan kemampuanku untuk membisniskannya apalagi untuk menarik perhatian para gadis. Pernah di suatu waktu aku ikut festival perlombaan cipta lagu, tapi tak menang. Tetapi lagu-laguku yang lain sudah terlebih dahulu menyebar (kebanyakan lagu Gereja/Kristen dalam bentuk koor, karena lebih mudah disebarluaskan). 
Kenapa orang lain bisa, sedangkan aku tidak? Itulah yang membingungkan aku (bahkan sampai sekarang). Dalam pekerjaan (di perkantoran) memang bidang komputer aku bisa diandalkan walau tidak terus digunakan, namun di bidang musik tidak berlaku (termasuk bidang teologi).

Pada awalnya aku bercita-cita ingin menjadi seorang musikolog (musisi/musikus terkenal), ahli khusus komputer, dan juga sastrawan terkenal. Memang aku dapat, akan tetapi tidak sepenuhnya; aku memang sudah menjadi musisi tetapi masih ¼ (seperempat) yang terkabul, ahli di bidang komputer tetapi (bukan IT asli) hanya membantu orang saja, menjadi sastrawan tetapi hanya untuk kalangan sendiri. Kenapa hal itu terjadi? Apakah aku kurang diperhatikan atau didukung orang tua? Sulit untuk kujelaskan.
Pada akhirnya aku harus menuruti perintah dan permintaan orang tuaku (terkhusus dari ibuku) walau dengan berat hati bahwa aku harus jadi Pendeta. Di waktu aku kuliah, selam 3 (tiga) tahun aku tidak serius belajar, aku malah mengembangkan bakat dan talentaku, sehingga banyak mata kuliahku tertinggal, dan nilai mata kuliahku anjlok, bahkan pernah mendapatkan IPK 1,5. Menyedihkan sekali...! Akhirnya aku sadar bahwa meski bukan itu cita-citaku tetapi aku harus bisa menyelesaikan perkuliahan dan menjadi pendeta karena orang tuaku sudah mau berkeringat untuk membiayai kuliahku. Sebab banyak orang tua tidak mampu menguliahkan anaknya atau tidak mau memberi kesempatan kepada anaknya untuk kuliah. Aku juga sadar bahwa keadaan perekonomian keluarga kami pada waktu itu tidak memungkinkan. Itu merupakan suatu keajaiban dari Tuhan. Maka kubulatkan tekadku untuk menjadi Pendeta yang sekaligus membahagiakan orang tuaku. Akhirnya aku bisa selesai dan wisuda walau aku harus menyelesaikannya selama 6 (enam) tahun. Namun menjadi Pendeta tetap juga gagal karena aku sudah sempat menjadi pegawai honorer daerah di salah satu instansi Pemkab Tapanuli Utara yang notabene diangkat menjadi CPNS. Dan memang benar, tetapi hal itu tidak aku ketahui bahwa aku akan diangkat menjadi CPNS daerah. Padahal aku tidak bercita-cita atau berminat menjadi PNS. Aku coba untuk melanjutkan tekadku untuk menjadi Pendeta sesuai dengan keinginan orang tuaku dulu. Orang tuaku memang setuju akan tetapi dengan syarat tidak boleh meninggalkan status CPNS. Aku juga setuju, akan tetapi keinginan itu gagal juga setelah aku mendapat informasi bahwa PNS tidak boleh menjadi Pendeta. Kendati demikian kucoba untuk tetap kembali untuk menjadi Pendeta dengan meninggalkan status CPNS yang telah kudapatkan. Namun orang tuaku malah marah kepadaku dan membuat pernyataan bahwa lebih baik aku berstatus PNS dan meninggalkan kependetaan daripada aku menjadi Pendeta dan meninggalkan status PNS. Ah..., dulu orang tuaku bercita-cita supaya aku menjadi Pendeta, tetapi telah berubah 100%...!
Yang paling kukesalkan, kenapa orang yang sudah PNS tidak boleh menjadi Pendeta, akan tetapi yang sudah menjadi Pendeta berusaha atau bisa menjadi PNS. Apa bedanya PNS yang ingin menjadi Pendeta dengan Pendeta yang ingin menjadi PNS? Kadang aku jadi iri dengan teman-temanku yang sudah menjadi Pendeta tetapi bisa menjadi PNS. Baiklah, aku akan tetap menjadi PNS dan tidak menjadi Pendeta agar pekerjaanku tidak tumpang tindih dan semwraut. Tapi bagaimana dengan orang yang sudah menjadi Pendeta yang ingin menjadi PNS? Tidak ada keseimbangan sama sekali, dan mungkin urusan Gereja dan PNS akan saling tumpang tindih. Tapi walau demikian aku tidak bisa menyalahkan gereja, mungkin itulah dulu peraturannya sehingga tidak ada lagi kesempatanku untuk menjadi Pendeta.
Aku orang yang paling tidak bisa melawan keinginan orang tua, karena aku telah dilahirkan dan dibesarkan sampai aku bisa kuliah. Aku takut orang tuaku tiba-iba stress/stroke apabila keinginan mereka kulawan dan kutolak. Demikian juga halnya dengan mencari dan memilih wanita sebagai pendamping hidupku. Mereka ingin calon isteriku memiliki pekerjaan yang berstatus PNS, tidak perduli dia itu sarjana atau tidak, cantik atau jelek, yang penting PNS.
Wah...., gawat...! Tahun depan (2010) Ayahku akan pensiun! Gimana ini? Padahal aku belum menikah dan belum mendapatkan calon isteri...! Aku sih tidak menetapkan/mempatok pekerjaan terhadap calon isteriku nantinya harus PNS, yang penting punya pekerjaan yang tetap dan jelas. Tapi bagaimana caranya...? Yang lebih buruk lagi, aku itu suka dan ingin calon isteriku yang cantik dan manis serta memiliki jiwa religius. Wah..., gimana caranya...? Mimpi kalee aku yee...? bagaimana mungkin para gadis-gadis tertarik kepadaku dan mau menjadi isteriku karena tampang dan penampilanku tidaklah menarik. Apalagi tidak pandai merayu. Khaciaaaan dech...aku...! Terkadang aku merasa iri melihat teman-temaku yang memiliki pacar/calon isteri (yang sudah beristeri) yang cantik, padahal belum tentu memiliki pekerjaan yang tetap, atau ganteng/tampan. Di manakah kelemahanku...? Ya, aku punya kelemahan, aku memang tidak mampu mendekati wanita (apalagi dia itu cantik), karena aku tahu siapa diriku jika dibandingkan dengan orang lain. Itu memang salahku yang telah hanyut dan berlarut-larut untuk menginginkan impianku harus terkabul sehingga aku tidak ingat lagi untuk mempelajari lawan jenisku dan juga tidak ingat lagi mengurus diri sendiri. Dahulu, semasa SMU sampai semester II di Perkuliahan aku memang lumayan ganteng dibandingkan aku di semester III sampai sekarang. Coba bayangkan...! Jauh beda...! Badanku kurus kering seolah tidak makan beberapa bulan, beruban lagi...! Andai ditanya orang berapa usiaku (kecuali orang sudah benar-benar mengenal aku), kemungkinan besar tidak percaya apabila kukatakan usiaku 27 (28) tahun. Kemungkinan besar mereka akan menyatakan bahwa usiaku itu diperkirakan sekitar 35 – 40 tahun. Apa boleh buat, memang itulah yang harus terjadi karena memang kesalahanku sendiri. Wajar saja para gadis / anak lain (yang belum kenal aku) memanggil aku "Tulang" (paman/om) atau "Ompung" (kakek), – bukan karena silsilah marga/adat atau keturunan. Duh...! Kapan lagi aku bisa menikah karena sebentar lagi Ayahku akan pensiun...? Apakah aku tetap melajang terus sampai lajang tua...? Sulit untuk kuketahui, aku hanya bisa berharap saja. Apa lagi keburukanku yang harus memiliki calon isteri yang cantik.
Sifatku yang lain adalah mudah sakit hati. Siapapun orangnya bila aku tidak diperdulikan, tidak dihargai dan hatiku dilukai maka aku langsung mudah sakit hati dan benci. Akan tetapi walau aku mudah sakit hati, namun aku mudah juga hilang sakit hatiku. Aku memang orang yang tidak pendendam dan tidak mau membalas sakit hati. Aku selalu berusaha untuk memaafkan orang sekali pun orang tersebut tidak mau memaafkan aku, terkadang sering kali aku yang minta maaf atau mengalah kepada orang yang menyakiti hatiku walau aku tidak melakukan kesalahan.
Walau seperti di atas telah terjadi pada diriku, tetapi aku harus bisa mensyukuri apa yang telah kudapat dan apa yang ada dalam diriku sekali pun tak bisa kugunakan dengan baik untuk membahagiakan diriku. Aku harus intropeksi diri dan harus tegar terhadap apa yang telah kualami. Kalau pun aku tidak bisa mendapatkan cita-citaku, mungkin belum waktunya atau Tuhan mungkin merencanakan yang lain untukku. Kalau pun aku tidak bisa menjadi pendeta, juga mungkin belum waktunya, atau mungkin aku harus menjadi PNS. Siapa tahu aku belum layak jadi pendeta...! Dan kalau pun gereja tidak memakai aku untuk melayani di gerejaku sendiri mungkin belum waktunya. Ya, aku akan menjadi Pendeta yang selalu melayani orang-orang dalam bentuk tingkah lakuku setiap harus, tidak harus menjadi Pendeta yang sebenarnya. Harapanku yang terakhir adalah aku ingin seperti Raja Salomo yang bercita-cita menjadi orang yang berhati bijak atau orang yang berhikmat (mohon maaf, bukan menjadi raja atau memiliki isteri yang banyak seperti Raja Salomo).

Dan aku beroda....!
"Ya Bapa yang di Sorga, Tuhan Yesus Kristus! Raja segala raja...! Aku bermohon kepada-Mu dengan penuh sujud....! Pakailah aku menjadi alat-Mu...! Jangan biarkan aku berjalan sendiri di ruang yang gelap....! Mampukanlah aku melewati jalan yang berapi dan berduri....! Mampukanlah aku berlayar di laut yang penuh badai dan berombak....! Tuhan...! Dosaku begitu banyak kepada-Mu...! Aku tidak bisa berbuat apa-apa tanpa Engkau hapuskan dosaku...! Aku memang tidak layak menjadi anak-Mu karena sudah begitu banyak kesalahan dan dosa yang kuperbuat...! Aku yakin Engkau akan mengabulkan impian atau cita-citaku selama ini kudambakan..., tapi Engkau tidak mengabulkannya karena banyak perbuatanku yang menyimpang dari Perintah-Mu...! Aku mohon ampun Tuhan, bahwa Engkau sebenarnya adalah tempat pengaduanku tetapi aku malah menceritakan kisah hidupku melalui internet ini...! Ya..., karena aku masih lemah...manusia biasa...yang tak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan orang lain terlebih bantuan dari-Mu...! Tuhan, mohon lindungi dan berkati kedua orang tuaku, adik-adikku, keluargaku yang lain, teman-temanku baik yang menyayangi aku atau pun tidak. Tuhan..., Engkau tahu bahwa tahun depan Ayahku yang tercinta akan pensiun padahal aku belum memiliki pendamping hidup yang jelas...! Aku hanya berharap lakukanlah mana yang terbaik menurut-Mu untukku, karena aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat lagi, karena aku sudah kehabisan rencana. Tuhan..., ingatkan aku supaya aku selalu berjalan di jalan yang benar dan baik sesuai dengan kehendak-Mu. Tuhan, aku punya permohonan terakhir dan tidak lebih...! Berilah aku hati yang bijaksana....! Terima kasih Tuhan...! Inilah doaku...! Amin...!"

Sebenarnya masih banyak kisah yang harus kuceritakan, namun aku khawatir blog/situsku ini kebanyakan hanya menceritakan kisah hidupku saja. Dan aku juga khawatir akan menjadi cerita menyakitkan saja, dan bisa jadi mengundang masalah besar, apalagi kemungkinan bisa membuat hati orang lain terluka. Saya raya cukup sampai di sini saja dulu kisah hidupku.
Sebelum menutup cerita ini, saya ingin mempersembahkan sebuah lagu untuk saudara/i (terkhusus yang membaca kisah ini). Mohon maaf, susunan notasi lagunya belum dibuat. Ya. Setidaknya syair dari lagu tersebut bisa menghibur hati saudara/i sekalian. Berikut mari kita baca dengan penuh hikmat dan jangan lupa diamalkan! Anggaplah itu sebagai doa...!
"Jalan Harapan"
Hidup ini penuh dengan derita
Membuatku semakin bingung....
Apalah daya yang harus kuperbuat
Demi menelusuri harapanku....
Banyak tantangan,
Banyak hambatan,
Banyak ancaman,
Bila kumenelusuri cita-cintaku...
Oh Tuhan, mampukanlah aku...
Bila kuberjalan melewati api.
Oh Tuhan, mampukanlah aku...
Mampukanlah aku...
Bila kuberlayar melewati ombak.
Kusadar Tuhan aku tak mampu...
Kar'na ku Tuhan manusia tak sempurna.
Hanyalah Engkau Tuhan yang bisa membimbingku
Menelusuri jalan harapan....!
Tarutung, Nopember 2008
Oleh : B. Marada Hutagalung
N.B. :
Saya sangat senang dan bahagia bila para pembaca sekalian dapat memberikan saran dan kritik yang membangun terhadap kisah ini.
Sekian Dan Terima Kasih
Oleh :
B. Marada Hutagalung
Tarutung, 16 Januari 2009

Comments
0 Comments
No comments:
Write Isi Komentar Baru

Pengunjung

Flag Counter