12 April 2008

"ALKITAB ITU LUAR BIASA…!”



Kepada Saudara/iku yang terkasih yang ada di Indonesia dan di berbagai belahan dunia, semoga tulisan ini bermanfaat bagi hidup anda. Amin...!


Dalam ajaran Kristen Alkitab sering disebut Kitab Suci (bhs. Inggris : Holy Bible), dan sering orang salah pengertian tentang arti Alkitab. Apa pengertian Alkitab? Alkitab adalah sekumpulan firman Tuhan berkendaraan friman manusia. Apa pula pengertian berkendaraan dengan manusia? Dikatakan demikian karena Alkitab itu jelas-jelas ditulis oleh manusia yang diilhami oleh Tuhan. Artinya bukan asal ditulis oleh manusia tetapi harus benar-benar dari ilham Tuhan atau yang diperintahkan oleh Tuhan.


Alkitab itu terbagi 2 (dua) Perjanjian yakni Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Kitab PL terdiri dari 39 Kitab, dan PB terdiri dari 27. Perlu diketahui bahwa Alkitab tidaklah ditulis secara berurutan dan bersamaan. Penulisannya pun berbebeda bahasa bahkan konteks situasionalnya pun berbeda. Bahasa asli yang dipakai adalah bahasa Ibrani untuk PL (sebagian bahasa Aram kuno) dan bahasa Yunani untuk PB (sebagian bahasa Latin). Bahasa yang dipakai pada zaman Alkitab bukanlah bahasa Ibrani/Yunani modern, untuk itulah diperlukan ahli teolog dalam berbagai bidang , semisal : teologia Dasar, teologia sistematika, teologia biblika, teologia liturgika. Tanpa ilmu teologia kemungkinan besar kita tidak akan bisa membaca Alkitab dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah/lain. Akan tetapi, penggunaan ilmu teologia sangat disayangkan. Kenapa? Akibat dari perkembangan ilmu tersebut telah terjadi perubahan keyakinan terhadap jemaat. Banyak para ahli teolog memberi pendapat, dan pendapat itu ada yang diterima atau ditolak/dibantah oleh ahli teolog lain. Perbedaan pendapat itu wajar saja tetapi tidak harus merubah keyakinan jemaat. Ini semua hanya karena pemahaman yang salah terhadap Alkitab itu sendiri. Jujur saja, Alkitab itu ada yang kurang atau hilang tulisannya diakibatkan adanya pembakaran atau gangguan pada zamannya. Sehingga para teolog merasa kesulitan untuk memahaminya. Itu makanya terjadi perbedaan pemahaman dan pandangan terhadap isi dari Alkitab itu sendiri.


Perlukah teologia atau ilmu tafsir? Sangat perlu...!!! Kenapa??? Karena tanpa teologia dan ilmu tafsir kita tidak menemukan apa sebenarnya makna dan isi dari Alkitab tersebut. Perlu dipahami, berdoa adalah bagian dari teologia, beribadah adalah teologia, hidup ini adalah teologia, dan menerjemahkan ke berbagai bahasa adalah juga bagian dari ilmu tafsir. Apakah sadara/i masih kurang paham? Baik, baca buku cerita atau buku puisi. Tentu kita masih kesulitan untuk memahaminya, maka dibutuhkanlah beberapa metode penafsiran agar kita bisa menemukan maknanya. Ingat, jangan paksakan diri anda untuk memahami hal tersebut. Untuk mempelajari Alkitab dibutuhkan kesiapan hati yang didukung oleh doa. 



Menafsir boleh, tetapi bukan dengan kehendak sendiri karena dalam Kitab 2 Petrus 1:20-21 dikatakan bahwa “Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” Berarti dengan apa dong menafsir? Tentu menafsir dengan dorongan Roh Kudus. Maksudnya, semua itu kita lakukan harus dengan doa. Ingat untuk menjawab Alkitab harus dengan Alkitab disertai dengan doa, sebagai tambahan adalah literatur lain yang tentunya tidak menyesatkan anda.


Agar lebih gampang memahami Alkitab ada beberapa langkah untuk mempelajarinya :
1. Terlebih dahulu Berdoa kepada Tuhan (bagi non-Kristen juga harus berdoa kepada yang diyakini untuk mohon petunjuk agar tidak terjadi kesalahpahaman);
2. Bukalah kitab pasal, perikop, ayat yang akan anda baca (cth.: Matius 28:19-20);
3. Bacalah berulang-ulang isi Nats (jika nats yang kita pilih hanya satu ayat ada baiknya kita baca satu perikop)
4. Bacalah perikop sebelum dan sesudah nats tersebut;
5. Perhatikan kata/kalimat yang ditekankan;
6. Temukanlah maknanya secara meluas, untuk menemukan makna anda harus membuat makna secara tersurat dan tersirat (tersembunyi);
7. Untuk menemukan pengertian selanjutnya, bandingkanlah dengan kitab lain yang ada dalam Alkitab;
8. Nah, jika sudah ketemu coba tentukan siapa-siapa saja orang yang disebutkan di dalamnya;
9. Tentukanlah apa tujuan dari pada isi nats pada masa/zaman nats tersebut;
10. Kemudian carilah hubungannya dengan saat ini;
11. Dan tentukanlah kesimpulan, lalu berdoa.


Hal-hal yang harus dihindari dalam memahami Alkitab:
1. Tidak berdoa;
2. Hanya memahami arti yang tertulis saja;
3. Membuat kesimpulan tanpa membaca dengan berulang-ulang;
4. Tidak menggunakan nats lain untuk menjawab nats yang dibaca.


Hal-hal yang perlu diketahui tentang Alkitab :
1. Alkitab bukanlah jimat atau pun sejenisnya (semisal mengusir hantu);
2. Alkitab bisa menjawab segala masalah jika memahaminya;
3. Tema Totalitas Alkitab Adalah Kasih;
4. Alkitab tidak akan berngaruh magis dalam diri kita jika hanya dibaca saja (mekipun dibaca berulang-ulang), atau memberi pahala bagi hidup kita.
5. Alkitab tidak hanya dibaca saja, tetapi harus dihayati, diamalkan dan dilakukan serta menjadi pedoman bagi hidup kita sehari-hari.


Jika kita perhatikan isi dari Kitab PL kelihatannya jauh berbeda dengan Kitab, seolah menyatakan bahwa Tuhan yang ada dalam kisah PL itu sangat kejam dan keras, sedangkan dalam PB Tuhan itu baik...! Sebenarnya tidaklah demikian, kita harus paham bahwa konteks pada zaman PL dan PB itu berbeda maka situasi Tuhan pada waktu itu pun berbeda. Manusia pada zaman PL belum memiliki pikiran yang maju, untuk itulah Tuhan mencoba menggembleng manusia dengan keras agar manusia bisa memiliki jiwa yang loyal dan berpikiran yang maju. Tepat sekali, akhirnya manusia pun berkembang dalam pemikiran dan keyakinan. Namun sangat disayangkan, dasar manusia masih mudah tergoda oleh tipuan muslihat setan/iblis sehingga manusia itu menggunakan kepintarannya untuk melakukankan kejahatan. Apakah Tuhan di situ gagal merawat/memeilhara manusia? Tidak! Manusia itu sendiri yang salah menggunakan kebebasan. Tuhan telah memberi kebebasan kepada manusia, dan berfirman agar kebebasan itu dijalakn untu melakukan apa yang benar dan baik menurut Tuhan. Apakah Tuhan salah memberi kebebasan? Tidak! Coba bayangkan, jika manusia tidak diberi kebebasan melainkan hanya berdoa, memuji, kebaktian...wah..., kapan kita bisa berkarya atau belajar...? Tidak tahu...! Kepada saudara/iku, ingatlah bahwa Tuhan itu tidak bisa kita pelajari. Yang bisa kita pelajari adalah hanya segala tindakan dan perbuatan-Nya.


Kembali ke Alkitab, maka pada zaman PB Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa manusia. Itu makanya dalam Alkitab PB lebih banyak terdapat kata Kasih. Sebagai catatan, kata “mengutus” itu memiliki arti yang luas. Bukan menyatakan bahwa Tuhan mengambil Malaikat atau menciptakan manusia baru yang memiliki kekuatan yang hebat dari makhluk lain. Apa dasarnya bahwa Yesus dianggap sebagai Tuhan? Gampang saja jawabannya. Dalam Alkitab bahwa Yesus adalah Roti Kehidupan. Lihat/baca Yoh 6:49-51: Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari sorga: Barangsiapa makan dari padanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Apa makna Roti Hidup? Penggunaan kedua kata itu dalam diri-Nya adalah merupakan pernyataan bahwa hanya Dialah satu-satunya jalan keselamatan. Tak satupun manusia berani menyatakan seperti itu. Jika manusia seperti kita adalah roti kehidupan berarti kita bisa menjadi penyelamat dan penebus dosa. Tetapi adalah mustahil, sebab kita adalah manusia biasa dan tak dapat berbuat apa-apa seperti apa yang dilakukan-Nya. Kita hanya bisa melakukan apa yang benar dan baik menurut-Nya (itupun kalau kita benar-benar pengikut-Nya). 


Alkitab itu luar biasa...! Itulah merupakan topik utama dalam tulisan ini. Nah, apa-apa saja keluarbiasaan Alkitab tersebut, mari kita simak dan baca secara seksama di bawah ini:


1. Alkitab bisa menjadi pengubah tingkah laku orang jikalau orang tersebut benar-benar membacanya (secara berulang-ulang), kemudian dihayati, diamalkan serta dilaksanakan maksudnya, sekilas contoh : Beberapa “pemberontak” terkenal, yang menenggelamkan kapala Inggeris “Bounty”, akhirnya terdampar dan tinggal dengan wanita pribumi di pulau terpencil Pitcairn, Pasifik Selatan. Kelompok ini terdiri dari sembilan pelaut Inggeris, enam pria Tahiti, sepuluh wanita Tahiti dan seorang gadis berusia 15 tahun. Seorang dari pelaut itu menemukan bagaimana menyuling alkohol dan segera seluruh koloni pulau itu rusak karena mabuk-mabukan. Perselisihan di antara pria dan wanita di situ berkembang menjadi saling melakukan kekerasan. Setelah beberapa waktu kemudian hanya satu dari orang yang mula-mula mencapai pulau itu hidup. Tetapi orang ini, Alexander Smith, menemukan sebuah Alkitab dari peti yang diambil dari kapal. Ia mulai membacanya dan mengajarkan orang lain apa yang dikatakan Alkitab itu. Sementara ia melakukan ini hidupnya sendiri berubah, dan demikian pun akhirnya mengubah kehidupan semua yang berada di pulau itu.Orang-orang pribumi ini sangat terisolasi dari dunia luar sampai datangnya kapal “Topaz” dari Amerika Serikat pada tahun 1808. Para awak kapal menemukan di pulau itu suatu masyarakat yang mengagumkan, makmur tanpa wisky, tanpa penjara, tanpa kejahatan.


2. Alkitab mengandung sejarah perkembangan peradaban manusia;


3. Alkitab adalah merupakan kitab yang bisa menjawab ilmu pengetahuan, seperti halnya Marcopolo de Albuquerque membaca Kitab Yesaya 40:22, Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman! Hal itulah yang membuat dirinya menjadi pelaut setelah dia mempraktekkan apa yang telah dibacanya yaitu tentang Bulatan Bumi. Jikalau bumi bulat berarti kita akan tetap bias kembali sekalipun kita tarik garis lurus untuk mengelilingi bumi. Dan ternyata benar bahwa bumi bulat.


4. Alkitab telah menceritakan apa yang akan terjadi, dan 1 ¼ dari apa yang telah diceritakan telah terjadi dan itu bukanlah ramalan;


5. Penerjemahan Alkitab telah mempengaruhi perkembangan bahasa di seluruh dunia. Ada daerah atau negara lain yang sudah memiliki bahasa tetapi belum memiliki tata bahasa yang sempurna, dan oleh karena itu para teolog berusaha menerjemahkannya ke bahasa tersebut sehingga lahir bahasa-bahasa yang memiliki tata bahasa yang sempurna, misalnya bahasa batak toba, atau daerah lainnya. Baca artikel di bawah :

Berabad-abad lamanya, Alkitab merupakan sebuah kitab yang bungkam untuk kebanyakan orang di seluruh dunia.
Ada tiga alasan yang menjadi penghalang sehingga isi Firman Allah itu umumnya tidak dikenal oleh orang-orang biasa.
Mula-mula, pada zaman dahulu hanya ada satu cara untuk memperbanyak salinan-salinan Alkitab: dengan tulisan tangan. Jadi, salinan-salinan Alkitab itu sangat langka dan sangat mahal harganya.
Juga, kebanyakan pemimpin umat Kristen pada zaman dahulu berpendapat bahwa jika orang-orang biasa diizinkan membaca Alkitab sendiri, pasti akan timbul banyak tafsiran yang salah. Jadi (menurut pikiran mereka), lebih baik jika hak istimewa untuk memiliki Alkitab itu dimonopoli saja oleh para rohaniawan.
Alasan ketiga ialah, kebanyakan Alkitab pada zaman dahulu masih ditulis dalam bahasa-bahasa kuno. Jadi, kebanyakan orang tidak dapat membacanya, pun tidak dapat mengerti isinya jika dibacakan oleh orang lain.
Mulai pada abad yang ke-15 dan ke-16, ketiga alasan yang menjadi penghalang itu berturut-turut dihapus.
Pertama-tama, seni cetak ditemukan oleh orang-orang Barat (walau pada hakikatnya orang-orang Timur sudah lebih dahulu menemukannya!). Buku lengkap yang pertama-tama dicetak ialah: Alkitab. Maka salinan-salinan Alkitab menjadi jauh lebih mudah diperoleh.
Kemudian timbul Reformasi Protestan di benua Eropa. Gerakan pembaharuan gereja itu menekankan bahwa tiap orang bertanggung jawab kepada Allah atas keadaan rohaninya. Jadi, belum cukuplah jika ia mendengar tafsiran Alkitab yang diberikan oleh orang lain; ia harus dapat mempunyai Alkitab sendiri, serta harus dapat mengerti isinya.
Tentu saja, untuk dapat mencapai maksud tadi, Alkitab harus diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa yang biasa dipakai oleh kebanyakan orang. Dan justru itulah yang berlangsung di seluruh dunia, mulai pada abad yang ke-16.
Namun Alkitab masih tetap merupakan sebuah kitab yang bungkam untuk kebanyakan orang di Nusantara. Memang sudah ada orang-orang Kristen di sini: Kaum Kristen Nestorian mulai datang ke kepulauan Indonesia pada abad yang ke-12, dan kaum Kristen Katolik mulai datang pada abad yang ke-14. Tetapi Alkitab-Alkitab yang mereka bawa itu tertulis dalam bahasa-bahasa asing, yang sulit dipahami oleh putra-putri Nusantara.
Ada juga halangan khusus di Nusantara yang mencegah orang mempunyai dan membaca Alkitab, yakni: Orang-orang yang tinggal di berbagai-bagai pulau itu berbicara dalam berbagai-bagai bahasa pula. Jika seorang pelaut pergi berlayar di Nusantara, belum tentu ia dapat bercakap-cakap dengan orang-orang di pulau tempat tujuannya.
Namun ada juga bahasa-bahasa yang umumnya dipakai kalau putra-putri Nusantara pergi ke pasar atau berdagang di pelabuhan. Salah satu bahasa perniagaan itu ialah bahasa Portugis; tetapi yang lebih umum lagi ialah, bahasa Melayu (yang sesungguhnya merupakan nenek moyang bahasa Indonesia).
Anehnya, Alkitab mula-mula diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis, bukan di negeri Portugis sendiri, melainkan di Nusantara!
Pada pertengahan abad yang ke-17, seorang anak laki-laki kecil dibawa dari Portugis ke kota Malaka, di semenanjung Melayu. Ketika ia masih berumur belasan tahun, bocah itu mulai percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamatnya. Dan pada umur yang masih sangat muda, mulailah dia menerjemahkan seluruh Kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa ibunya. Kemudian, tatkala ia pindah dari Malaka ke Jakarta, ia sempat menyelesaikan terjemahannya itu. Ia juga menerjemahkan sebagian besar dari Kitab Perjanjian Lama.
Tetapi lambat laun penjajah bangsa Portugis itu diusir dari seluruh Nusantara oleh penjajah bangsa Belanda. Karena itu makin lama makin sedikit orang yang menggunakan bahasa Portugis sebagai bahasa perdagangan antar pulau. Dan Alkitab masih tetap merupakan sebuah kitab yang bungkam untuk kebanyakan orang di kepalauan Indonesia.
Anehnya, orang-orang yang mula-mula insaf bahwa Firman Allah seharusnya diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu bukannya para pendeta dan penginjil, melainkan para pelaut dan pedagang. Pada permulaan abad yang ke-17, seorang pelaut Belanda bernama Houtman ditangkap dan dipenjarakan oleh suku Aceh yang pada waktu itu terkenal cukup garang. Selama ditahan di Sumatera Utara, orang Belanda itu sempat belajar bahasa Melayu. Setelah dibebaskan, mulai pada tahun 1605 ia menerbitkan beberapa tulisan Kristen yangg sudah diterjemahkannya ke dalam bahasa Melayu.
Sementara itu, seorang pedagang bernama Albert Cornelisz Ruyl berlayar dari Belanda ke Indonesia pada tahun 1600. Ia menyadari bahwa Alkitab perlu dibaca oleh putra-putri Nusantara. Bahkan ia membujuk rekan-rekan sekerjanya sampai mereka rela membayar semua ongkos penerbitan untuk proyek terjemahannya itu. Pada tahun 1612 Ruyl sudah selesai mengalihbahasakan seluruh Kitab Injil Matius ke dalam bahasa Melayu. Tetapi baru tujuh belas tahun kemudian, hasil karyanya itu dicetak.
Dalam bahasa Melayu terjemahan Ruyl, Doa Bapa Kami (dari Matius 6:9-13) berbunyi sebagai berikut:
"Bappa kita, jang adda de surga:
Namma mou jadi bersakti.
Radjat-mu mendatang
kandhatimu menjadi
de bumi seperti de surga.
Roti kita derri sa hari-hari membrikan kita sa hari inila.
Makka ber-ampunla pada-kita doosa kita,
seperti kita ber-ampun
akan siapa ber-sala kepada kita.
D'jang-an hentar kita kepada tjobahan,
tetapi lepasken kita dari jang d'jakat."
Hanya sebagian saja dari Alkitab yang sempat diterjemahkan oleh A. C. Ruyl, pedagang Belanda tadi. Lagi pula, bahasa Melayu yang dipakainya itu sangat jelek. Misalnya, ia belum mengerti perbedaan antara "kita" dengan "kami."
Dalam terjemahan Daniel Brouwerius, yang mula-mula diterbitkan pada tahun 1668, Doa Bapa Kami berbunyi sebagai berikut:
"Bappa cami, jang adda de Surga,
Namma-mou jaddi bersacti.
Radjat-mou datang.
Candati-mou jaddi
bagitou de boumi bagaimana de surga.
Roti cami derri sa hari hari bri hari ini pada cami.
Lagi ampon doossa cami,
bagaimana cami ampon
capada orang jang salla pada cami.
Lagi jangan antarrken cami de dalam tsjobahan
hanja lepasken cami derri jang djahat."
Tujuh tahun setelah Kitab Perjanjian Baru terjemahan Brouwerius itu diterbitkan, seorang pendeta tentara tiba di Jawa Timur. Siapa namanya? Dr. Melchior Leydekker. Di samping menjadi seorang pendeta, ia juga seorang dokter. Pada tahun 1678, Dr. Leydekker pindah lagi dari jawa Timur ke Jakarta, dan tetap tinggal di ibu kota selama sisa umurnya.
Dr. Leydekker menjadi pandai sekali berkhotbah dalam bahasa Melayu. Jadi, pada tahun 1691 dialah yang ditunjuk untuk mulai menyiapkan suatu terjemahan seluruh Alkitab dalam bahasa yang dapat dipahami di seluruh Nusantara.
Selama sepuluh tahun Dr. Leydekker bekerja dengan tekun. Terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dihasilkannya. Lalu ia terus mulai mengalihbahasakan Kitab Perjanjian Baru. Sayang, ia tidak sempat menyelesaikan tugas yang mulia itu: Ia meninggal pada tahun 1701, setelah mengerjakan terjemahannya sampai dengan Efesus 6:6.
Kutipan Doa Bapa Kami dari terjemahan bahasa Melayu Dr. Melchior Leydekker di bawah ini telah disusun kembali menurut ejaan yang disempurnakan dan menurut tanda-tanda baca yang modern. Dengan demikian lebih jelaslah persamaannya dengan ayat-ayat yang sama itu dalam terjemahan biasa bahasa Indonesia:
"Bapa kami yang di sorga,
namaMu dipersucilah kiranya.
KerajaanMu datanglah.
KehendakMu jadilah,
seperti di dalam sorga, demikianlah di atas bumi.
Roti kami sehari berilah akan kami pada hari ini.
Dan ampunilah pada kami segala salah kami,
seperti lagi kami ini mengampuni
pada orang yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah membawa kami kepada percobaan,
hanya lepaskanlah kami daripada yang jahat."
Salah seorang rekan Dr. Leydekker almarhum ditunjuk untuk menyelesaikan tugasnya, sehingga pada tahun 1701 itu juga sudah ada Firman Allah yang lengkap dalam bahasa Melayu. Namun Alkitab masih tetap merupakan sebuah kitab yang bungkam untuk putra-putri Nusantara. Mengapa sampai terjadi demikian?
Pada masa Melchior Leydekker masih menjadi seorang mahasiswa kedokteran dan kependetaan di Belanda, lahirlah di negeri itu seorang anak laki-laki dalam keluarga seorang pembantu kepala sekolah. Anak laki-laki itu lahir pada tahun 1965 dan diberi nama Francois Valentyn. Rupa-rupanya ia seorang pemuda yang pandai, karena ia baru mencapai umur 20 tahun ketika ia diizinkan meninggalkan kuliah teologinya serta pergi ke Maluku sebagai seorang pendeta. Rupa-rupanya ia juga cepat mahir dalam bahasa Melayu: Menurut kesaksiannya sendiri, ia sudah sanggup berkhotbah dalam bahasa setempat setelah belajar hanya tiga bulan lamanya.
Pada suatu hari, kebetulan seorang pendeta tua datang ke Ambon dan menginap di tempat tinggal pendeta yang masih muda tadi. Sang pendeta tua membawa serta sebuah naskah besar. "Warisan," katanya. "Naskah ini dulu ditulis oleh seorang pendeta yang meninggal sepuluh tahun yang lalu. Kemudian sang janda memberikan naskah ini kepadaku.
Secara tidak terduga pendeta tua itu meninggal pada waktu ia bertemu di rumah pastori di Ambon. Maka Naskah kuno itu jatuh ke dalam tangan Pdt. Francois Valentyn. Ketika diperiksa, ternyata tulisan tangan itu adalah terjemahan seluruh Alkitab ke dalam bahasa Melayu!
Pdt. Valentyn adalah seorang yang rajin. Ia rajin menyelidiki bahasa dan kebudayaan orang Maluku. Dan ia pun rajin mencari teman-teman baru di tempat pelayanannya. Salah seorang teman barunya itu adalah seorang janda kaya. Setelah menikah dengan janda itu, Pdt. Valentyn kembali ke tanah airnya pada tahun 1695. Naskah kuno itu pun dibawa ke Belanda.
Kemudian, pada permulaan abad yang ke-18 diumumkan bahwa Dr. Melchior Leydekker almarhum (dengan bantuan salah seorang rekannya) telah berhasil menerjemahkan seluruh Alkitab ke dalam bahasa Melayu.
Mungkinkah Pdt. Francois Valentyn menjadi iri hati? Mungkinkah ia berkeinginan supaya dia saja yang dihormati (dan bukan orang-orang yang sudah meninggal) sebagai penerjemah yang pertama-tama menghasilkan seluruh Firman Allah dalam bahasa Nusantara?
Bagaimanapun juga, Pdt. Valentyn mulai mempromosikan dirinya sebagai penerjemah naskah kuno seluruh Alkitab itu (yang hanya kebetulan saja ada di dalam tangannya). Katanya, terjemahan itu juga lebih baik, jauh lebih modern, bahkan jauh lebuh mudah dipahami terjemahan Dr. Leydekker.
Tentu saja umat Kristen menjadi bingung. Baik di Belanda maupun kepulauan Indonesia, ada orang-orang yang lebih setuju dengan terjemahan Valentyn, tetapi ada juga orang-orang yang lebih setuju dengan terjemahan Leydekker. Akibatnya, kedua terjemahan itu tidak jadi diterbitkan. Dan sekali lagi, selama berpuluh-puluh tahun, Alkitab masih tetap merupakan sebuah kitab yang bungkam untuk kebanyakan putra-putri Nusantara.
Akhirnya duduk perkaranya terungkap dengan jelas. "Terjemahan Valentyn" itu diselidiki dan dinyatakan sebagai hasil karya orang lain. Lagi pula, terjemahan itu dinilai sangat jelek.
Akan tetapi sementara perselisihan pendapat itu masih berlangsung, sudah lewat juga dua puluh tahun lebih. Ada orang-orang yang merasa bahwa terjemahan Leydekker tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Maka pada tahun 1723 sebuah panitia ditunjuk untuk menyunting kembali naskah terjemahannya itu. Selama enam tahun mereka mengerjakan edisinya yang baru.
Menjelang tahun 1729, naskah terjemahan baru dari Alkitab lengkap itu dua kali disalin dengan tulisan tangan: sekali dalam huruf Latin, dan sekali lagi dalam huruf Arab. Kedua naskah itu masing-masing dikirim ke Belanda dalam dua kapal yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa walau satu naskah jadi hilang di dasar laut, namun naskah yang satunya lagi itu masih akan tiba dengan selamat. Salah seorang penyuntingnya juga berlayar ke tanah airnya, untuk mengawasi proyek penerbitan yang besar itu.
Kitab Perjanjian Baru terjemahan Leydekker keluar pada tahun 1731. Lalu Alkitab lengkap terjemahan Leydekker diterbitkan pada tahun 1733. Maka akhirnya juga Firman Allah tidak lagi bungkam dalam bahasa Nusantara!



6. Dan masih banyak lagi.


Jika ada yang ingin menambahkan dari keluarbiasaan Alkitab silahkan untuk menambahinya. 


Bagamaina perasaan anda setelah membaca tulisan ini...?

Comments
3 Comments
3 comments:
Write Isi Komentar Baru
  1. Kalo Gospel sih gua suka2 aja, tapi smoga skarang gak ada semangat Gold dan GLory-nya yah. Soalnya gua sedih kalo ingat bagaimana orang2 barat itu menjajah kakek nenek kita. No more "GOld Gospel Glory", no more fake peace on this earth, no more western imperialism in the name of God's Love.

    Hehehe, maaf smoga gak tersinggung yah.

    ReplyDelete
  2. Kalo gua mending nggak ambil soalnya paket 3G gitu riwayatnya mengerikan habis deh, payah lah pokoknya.

    ReplyDelete
  3. Tulisan Anda sangat inspiratif. Dalam rangka memuculkan penulis-penulis Kristen kreatif, akan diselenggarakan festival penulis dan pembaca kristiani. Salah satu pre-event adalah lomba menulis cerpen dan novelet berdasar Alkitab. Anda mungkin berminat untuk ikut? Info lengkap dapat Anda klik di Lomba Menulis Cerpen dan Novelet Berdasar Alkitab

    ReplyDelete

Mohon komentarnya dengan tidak memuat komentar yang berunsur SARA, Pornografi dan hal-hal yang tidak sesusai dengan aturan/norma yang berlaku. Terima kasih dan salam sejahtera.


Pengunjung

Flag Counter